Jakarta | Suara Nusantara
Menteri Hukum dan HAM Dr. Yasonna H. Laoly, Ph.D merasa prihatin dengan kecenderungan mahasiswa Nias belakangan ini yang cenderung mengkerdilkan diri dalam kelompok-kelompok kecil. Padahal menurutnya, mahasiswa Nias seharusnya bersatu dalam sebuah kelompok besar, karena jika tersebar dalam berbagai kelompok kecil, maka tidak akan ada orang yang mau mendengar suara mereka. Hal itu diungkapkan Yasonna kepada di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Menurut Yasonna, semasa dirinya masih kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU), mahasiswa Nias di Medan jumlahnya masih sedikit, dan mereka terpecah dalam Perhimpunan Manusia Nias dan Ikatan Mahasiswa Nias. Karena ingin membangun sebuah kekuatan yang lebih besar, kedua kelompok itu bersatu membentuk organisasi baru bernama Kesatuan Mahasiswa Nias (KMN), dan Yasonna menjadi ketua umumnya yang pertama.
“Sementara sekarang trendnya mahasiswa Nias justru mengkerdilkan diri dalam kelompok-kelompok kecil, misalnya Himpunan Mahasiswa Gomo, Himpunan Mahasiswa Telukdalam, Himpunan Mahasiswa Nias Barat dan sebagainya. Malah ada perkumpulan yang lebih kecil lagi, yaitu berdasarkan marga. Saya melihat trend ini tidak sehat. Seharusnya mereka berkumpul membentuk satu kekuatan besar, atau kalau agamanya Kristen, dia bisa masuk dalam GMKI, seandainya muslim bisa bergabung dengan HMI. Pokoknya jangan dalam kelompok kecil karena tidak akan punya kekuatan suara,” tegasnya.
Yasonna sendiri sebelumnya pernah berusaha mempersatukan para mahasiswa Nias yang terpecah dalam berbagai kelompok kecil. Dia mengundang mereka dalam berbagai pertemuan, tetapi usahanya terhenti karena ada kecurigaan dari pihak-pihak tertentu, mengingat waktunya ketika itu berdekatan dengan pemilu. “Tapi saya sempat bilang pada mereka, ayo kalian bergabung dalam satu kekuatan besar. Kalau kalian sudah bisa bersatu, kalian akan saya bantu,” ujarnya.
Pria kelahiran Sorkam, 27 Mei 1953 ini pun memberi saran agar di masa mendatang putra-putri Nias dapat semakin banyak berkiprah di pentas nasional. Menurutnya, orang Nias harus berani tampil ke depan, tetapi sebelum tampil harus mempersiapkan diri dengan baik dan membangun jaringan, terutama di Jakarta. “Pola pikir juga harus terbuka, jangan kolot, cara berpikir seperti di kampung harus ditinggalkan. Jika ada satu orang Nias yang berpotensi, harus didorong beramai-ramai, jangan malah ditinggalkan. Jangan lagi memakai istilah SMS, susah melihat orang senang, senang melihat orang susah,” tandasnya. (Cipto)