Nias Selatan-SuaraNusantara.com
Penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) untuk Kabupaten Nias Selatan diduga amburadul. Pasalnya, anggaran tersebut terindikasi peruntukannya tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Selain peruntukannya tidak sesuai mekanisme, pekerjaan yang sudah diselesaikan oleh kepala desa dari dana tahapan pertama juga terlantar karena tersendatnya pencairan dana tahap berikutnya.
Seharusnya pencairan tidak ada kendala dalam pencairan ADD, sebab anggaran tersebut bukan dana daerah melainkan dana dari pusat. Seorang Kades yang baru mengikuti Sosialisasi Implementasi Modul Penerimaan Negara Generasi Dua yang diselenggarakan oleh Kadis Keuangan kabupaten Nias Selatan di Yonas pekan lalu, mengatakan dalam sosialisasi yang dihadiri ratusan kepala desa tersebut, nara sumber dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal menjelaskan bahwa dana desa sudah disetor pemerintah pusat ke daerah tanpa melalui tahapan.
Seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 43 Tahun 2014, pada Pasal 96 Ayat (1), (2), bahwa paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus, disetor oleh daerah. Artinya, Pemerintah Kabupaten Nias Selatan harus menyetor dana 10% dari APBD, sementara yang terjadi pemerintah daerah hanya memberikan dana perimbangan yang dimaksud kurang lebih Rp. 7 juta s/d Rp 9 juta kepada masing-masing desa.
“Bila dikalikan dengan jumlah desa sebanyak 459 desa dengan dana 9 juta/desa, maka dana sharing (perimbangan) yang bersumber dari APBD tidak sesuai dengan nilai APBD Nias Selatan,” imbuhnya.

Di tempat terpisah, Ketua DPRD Nias Selatan Sidi Adil Harita, S.Sos, saat dikonfirmasi terkait besaran APBD Nias Selatan Tahun 2015, menjelaskan jumlah APBD 2015 dari DAU Sebesar Rp. 464 miliar, tidak termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK).
Menyikapi proses pencairan dana desa di Nias Selatan khususnya, Ketua Dewan Pendiri Gerakan Mahasiwa Nias Selatan, Edila Zebua, mengatakan jika APBD Nias Selatan tahun 2015 sebesar Rp. 464 miliar, maka harusnya besaran dana perimbangan adalah 10% dari Rp. 464 miliar itu, sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor. 43 Tahun 2014.
“Jika pemerintah daerah hanya memberikan dana Rp. 7 juta sampai Rp. 9 juta kepada kepala desa sebagai dana perimbangan, jelas dugaan korupsi sudah terjadi,” ujarnya.
Berbeda dengan Sadari Halawa, Kades Hililaza, Kecamatan Mazino, mengatakan dana sharing dari daerah tidak termasuk pada penerimaan dana yang diterimanya. Dia mencontohkan, pada pengajuan tahap pertama Rp. 107.000.000,- (seratus tujuh juta rupiah) yang direalisasikan hanya Rp. 103.000.000,- (seratus tiga juta rupiah). “Itulah alasannya bahwa dana sharing yang dimaksud belum dicairkan,” pungkasnya. (Edi)