
Jakarta-SuaraNusantara
Gembong teroris paling dicari di Indonesia saat ini, Santoso alias Abu Wardah, diduga tewas dalam baku tembak dengan Satgas Tinombala dalam penyergapan di Tambarana, Poso, Sulawesi Tengah, Senin (18/7) sore kemarin.
“Ada dugaan Santoso tertembak (mati). Tapi masih diperiksa lagi. Kita evakuasi dan lakukan tes DNA,” ujar Dansatgas Operasi Tinombala Kombes Pos Leo Bona Lubis.
Baku tembak berawal ketika Tim Satgas Tinombala menemukan lima orang tak dikenal, yang terdiri dari 3 laki-laki dan 2 perempuan. Dua laki-laki terkena tembakan, salah satunya diduga Santoso. Sementara 3 orang lain berhasil melarikan diri. Sedangkan seorang korban tewas lainnya, belum diketahui identitasnya.
“Ada kontak senjata di koordinat UTM 2027-6511. Kontak tembak dari satuan tugas batalyon Raider 515 Kostrad,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Tatang Sulaiman, kepada wartawan, sesaat lalu.
Aparat gabungan yang terdiri dari tim inavis, tim evakuasi, tim medis, dan tim pengejar yang bekerja dalam sistem tindakan pertama tempat kejadian perkara (TPTKP) sampai Senin (18/7) malam pukul 00.00 Wita, masih  berusaha mengevakuasi kedua jenazah ke RS Bhayangkara Polda Sulteng di Palu untuk menjalani proses autopsi.
Pasukan gabungan yang melakukan evakuasi dilaporkan menghadapi kendala untuk mencapai lokasi evakuasi karena harus melintasi aliran sungai dan tebing yang terjal. Dibutuhkan  3 hingga 4 jam jalan kaki menuju lokasi dua jenazah. Waktu itu belum termasuk turun kembali turun sambil menggotong dua jenazah.
Nama Santoso mencuat setelah mendalangi peristiwa penembakan anggota polisi di kantor Bank BCA, Palu, pada 25 Mei 2011. Ustad Yasin yang pada saat itu tengah merintis pendirian Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) di Poso melirik Santoso. Pada Februari 2012, Ustad Yasin mengangkat Santoso menjadi Qoid (ketua) bidang Asykari JAT wilayah Poso, karena Santoso saat itu masih memiliki dan menyimpan senjata api serta amunisi.
Pada akhir 2012 atau awal tahun 2013, Santoso bersama Daeng Koro mendeklarasikan berdirinya Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sejak itu mereka melakukan perekrutan dan pelatihan militer (tadrib asykari) yang dilaksanakan di wilayah Pegunungan Biru, Poso Pesisir. Para pesertanya berasal dari warga Poso, Morowali, Jawa, Kalimantan, Sumatera dan NTB. Belakangan, militan dari Cina juga datang untuk bergabung.
Teror demi teror pembunuhan kemudian dilakukan oleh Santoso Cs kepada aparat dan masyarakat, khususnya yang berbeda agama dengannya. Sekitar 1.800 personil TNI dan 1500 anggota Polri kemudian melakukan pengejaran pada Santoso dengan sandi Operasi Tinombala. Sebelum operasi ini digelar sebelumnya pengejaran Santoso diberi nama Operasi Camar Maleo. Namun Santoso selalu berhasil lolos.
Masyarakat Dusun Bakti Agung, Desa Tambarana Trans, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, yang menjadi tempat tinggal Santoso dan keluarganya sempat tidak percaya bahwa Santoso yang mencari nafkah dengan berjualan buku keliling, sayur, buah-buahan dan terkadang menjadi buruh bangunan, bisa menjadi pemimpin aksi teror karena dalam kesehariannya Santoso dikenal biasa-biasa saja dalam menjalankan aktifitas keagamaan, bahkan pengetahuan agamanya cenderung kurang.
Sejak Januari tahun ini Satuan Tugas Tinombala gabungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI berhasil mengepung kelompok Santoso di Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah. Satgas Tinombala juga berhasil memutus komunikasi antara Santoso dan kelompoknya dengan para simpatisan dan keluarganya. Karena semakin terdesak, beberapa orang pengikut Santoso pun akhirnya memilih turun gunung dan menyerah, sehingga kekuatan kelompok Santoso semakin melemah.
Jika kedua jenazah terbukti benar merupakan Santoso dan anak buahnya, maka diperkirakan anggota kelompok Santoso yang tersisa saat ini tinggal 23 orang. Rencananya siang ini keterangan resmi mengenai kebenaran tewasnya Santoso akan diberikan. (rio)