
Jakarta-SuaraNusantara
Dari 14 terpidana mati kasus narkoba yang masuk dalam daftar eksekusi “Jilid III”, hanya 4 di antaranya yang menjalani hukuman mati tersebut. Mereka adalah Freddy Budiman (WNI), Michael Titus (Nigeria), Humprey Ejike (Nigeria), Seck Osmane (Afrika Selatan).
Eksekusi dilakukan pada pukul 00.45 WIB (Jumat, 29/7/2016) di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Kepastian itu didapat dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad dalam jumpa pers pagi dini hari ini.
Menurut informasi yang diterima wartawan, seharusnya eksekusi dilakukan sebelum tengah malam, namun pukul 23.00 WIB turun hujan lebat yang makin membesar tepat di tengah malam. Angin kencang disertai petir menambah suasana mencekam di sekitar tempat yang akan digunakan sebagai lokasi eksekusi. Akhirnya eksekusi ditunda dan baru dilakukan setelah hujan berhenti.
Empat ambulans yang membawa jenazah terpidana mati kemudian meninggalkan Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (29/7/2016) pukul 04.30 subuh. Empat ambulans itu membawa jenazah ke empat tujuan berbeda sesuai dengan lokasi pemakaman atau persemayaman. Pengawalan dari Unit Patroli Jalan Raya Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Jawa Tengah diberikan pada setiap ambulans.

Ambulans pertama yang keluar meninggalkan dermaga membawa jenazah Gajetan Acena Seck Osmane. Jenazah Gajetan dibawa ke Rumah Sakit St Carolus, Jakarta Pusat untuk disemayamkan di sana sebelum diterbangkan ke Nigeria.
Selanjutnya, ambulans pembawa jenazah Humprey Ejike. Warga negara Nigeria ini akan dikremasi di Krematorium Eka Pralaya, Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah.
Disusul ambulans berikutnya yang membawa jenazah Freddy Budiman untuk dibawa Surabaya, Jawa Timur. Ambulans terakhir membawa jenazah Michael Titus Igweh menuju Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta Pusat. Jenazah Igweh akan dibawa pulang ke Nigeria.
Hingga saat ini belum jelas apakah eksekusi terhadap 10 terpidana mati lainnya hanya sekedar ditunda atau dibatalkan oleh Kejaksaan Agung.
“Sampai hari ini kami belum tahu apakah sisanya mengajukan grasi. Kajian kami dengan tim yang ada sementara ini empat dulu yang dieksekusi. Ada banyak pertimbangan yang harus diambil,” kata Noor Rachmad.
Dunia Harus Hormati Hukum Indonesia
Menanggapi desakan Uni Eropa dan Komisioner HAM PBB, Zeid Ra’ad Al Hussein, yang mendesak Indonesia untuk memberlakukan moratorium eksekusi hukuman mati, juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan, Masyarakat dan organisasi internasional mestinya menghormati hukum positif yang berlaku di Indonesia, sebab langkah (eksekusi mati) yang dilakukan Indonesia adalah penerapan dan penegakan hukum.
“Hukuman mati itu tidak bertentangan dengan rezim hukum internasional. Hukuman mati masih menjadi bagian dari hukum positif dan tidak bertentangan dengan hak hidup dalam konteks yang diatur di UUD 1945,” ujar Arrmanatha.
Pemerintah Indonesia pernah memberlakukan moratorium namun dicabut pada 2013. Eksekusi yang dilakukan pada April 2015, antara lain terhadap dua warga negara Australia, mendapat protes keras masyarakat internasional.
Rata-rata masyarakat internasional menilai proses hukum terhadap para terpidana mati di Indonesia tidak berjalan transparan atau adil dan mekanisme banding tidak diterapkan secara semestinya. (eka)