
Jakarta, SuaraNusantara
Bandar narkoba Freddy Budiman telah dieksekusi, Jumat (29/7/2016) dini hari. Namun ternyata dia tidak benar-benar mati. Sosoknya masih “hidup” dalam berbagai cerita mengenai sepak terjangnya selama ini. Salah satunya yang menghebohkan adalah tulisan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar yang memaparkan perbincangannya dengan Freddy Budiman pada 2014 lalu.
Freddy, dalam tulisan yang disebar Haris Azhar lewat facebook dan grup whatsupp itu, mengatakan, “Dalam hitungan saya, selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 milyar ke pejabat tertentu di Mabes Polri.”
Haris Azhar juga menulis kesaksian Kepala Lapas Nusakambangan saat itu Sitinjak yang menyebut bahwa dirinya ditekan oknum pejabat BNN agar mencabut dua kamera yang mengawasi Freddy Budiman yang divonis mati lantaran menyelundupkan 1,4 juta pil ekstasi dari Cina pada 2011 itu.
“Saya menganggap ini aneh, hingga muncul pertanyaan, kenapa pihak BNN berkeberatan adanya kamera yang mengawasi Freddy Budiman? Bukankah status Freddy Budiman sebagai penjahat kelas “kakap” justru harus diawasi secara ketat? Pertanyaan saya ini terjawab oleh cerita dan kesaksian Freddy Budiman sendiri,” tulis Haris.

Haris juga menuliskan pengakuan Freddy bahwa harga setiap butir ekstasi yang diproduksi di Cina harganya hanya Rp 5.000, tetapi dijual di Indonesia dengan harga ratusan ribu. Karena itu dia tidak pernah pelit berbagi rezeki dengan menyisihkan Rp. 10 ribu – Rp. 30 ribu dari tiap butir ekstasi yang laku dijual untuk “setoran” kepada oknum pejabat BNN dan Polri.
Fredy, dalam tulisan yang disebar Haris, kemudian melanjutkan ceritanya. “Para polisi ini juga menunjukkan sikap main di berbagai kaki. Ketika saya bawa itu barang, saya ditangkap. Ketika saya ditangkap, barang saya disita. Tapi dari informan saya, bahan dari sitaan itu juga dijual bebas, saya jadi dipertanyakan oleh Bos saya (yang di Cina). Katanya udah deal sama polisi, tapi kenapa lo ditangkap? Udah gitu kalau ditangkap kenapa barangnya beredar? Ini yang main polisi atau lo?’”
Menanggapi “ocehan” Haris, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku sudah membaca tulisan itu. Tito mengaku sudah meminta Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli untuk menemui Haris dan menggali informasi mengenai kebenaran cerita tersebut.
“Saya sudah tugaskan Pak Kadiv Humas untuk bertemu Pak Haris Azhar, informasinya tepatnya seperti apa. Karena kalau kita lihat yang beredar viral itu informasinya kan enggak jelas, ada polisi, ada disebut-sebut nama BNN, yang lain-lain ya, nah kita ingin tahu, apakah Pak Haris Azhar mendapat informasi itu, ada nggak nama-nama yang jelas berikut buktinya,” tegas Tito di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Tito menegaskan, apa yang didapatkan Haris dari pengakuan Freddy itu sebatas informasi, bukan alat bukti. “Kalau memang ada data lengkap, akan kita follow up,” jelas dia.
Di tempat lain, Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul kepada wartawan, Jumat (29/7/2016) menilai informasi yang disampaikan Haris Azhar bisa memperkeruh stabilitas negara. Ia curiga penyebaran informasi tersebut hanya demi popularitas. “Jangan (cari) popularitas dengan bikin hal-hal kayak gitu, itu hanya bikin keruh,” ujarnya.
Ruhut tidak setuju jika Komisi III sampai harus memanggil Haris, seperti disampaikan Bambang Soesatyo dan Masinton Pasaribu. “Ngapain Haris kita panggil, dari zaman dulu (Haris Azhar) ngoceh aja kayak cucak rowo,” ujarnya. (fajar/cipto)