
Nias Selatan-SuaraNusantara
BAWOMATALUO–secara harafiah–artinya adalah Bukit Matahari. Ini nama sebuah desa yang berada di Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan. Desa ini tertelak pada ketinggian 270 meter di atas permukaan laut. Jika berada di desa tersebut–yang merupakan Desa Budaya dan Desa Tradisional itu–apalagi saat matahari menyeruak dengan kemilau cahayanya, seakan tangan kita dapat menjangkau.
Desa Bawomataluo ini, juga sangat terkenal dengan tradisi lompat batu serta perkampungan dengan rumah adat yang tersusun rapi dan indah. Desa ini pun sedang diperjuangkan menjadi warisan dunia.
Keindahan dan ketenaran Desa Bawomataluo sudah tidak diragukan lagi, karena magnetnya yang demikian kuat sudah mendunia. Turis mancanegara dari berbagai belahan dunia, telah melakukan kunjungan untuk melihat keunikan desa ini, apalagi turis lokal.
Kehadiran para wisatawan tersebut dapat terlihat setiap hari, dan selalu saja ada yang mengunjungi desa ini. Apalagi pada hari libur. Mereka biasanya menyaksikan atraksi lompat batu serta melihat berbagai keunikan yang dimiliki Desa Bukit Matahari ini.


Yang menarik dari kunjungan tersebut adalah, para wisatawan tidak melepaskan begitu saja, kesempatan untuk mengabadikan (selfie) setiap momen keindahan alam atau budaya yang ditampilkan. Bahkan yang menarik perhatian akhir-akhir ini, dimana cukup banyak pengunjung yang melakukan kegiatan selfie dengan mengenakan pakaian adat/tradisional. Sepertinya kurang lengkap jika hanya mengabadikan momen bersama pelompat batu. Perlu dicoba juga betapa indahnya baju adat Desa Bawomataluo.
Sintia Zai, mahasiswa kedokteran Universitas Batam yang bersama teman-temannya datang hanya untuk berselfie mengenakan baju adat di desa ini. “Kami bangga menjadi anak Nias, yang memiliki keunikan budaya dan baju adat yang membuat pemakai terlihat cantik dan gagah,” kata Sintia yang terlihat anggun dan cantik mengenakan baju adat ini.
Eva Chris Susanti Duha yang merupakan Putri Pariwisata Nias Tahun 2000 (Putri Pariwisata Nias Pertama) beberapa waktu lalu juga sengaja menemani para sepupunya yang datang dari luar kepulauan Nias hanya untuk melihat berbagai keunikan Desa Bawomataluo sambil mengenakan baju adat kemudian berselfie ria.
Mantan Kasi Tradisi dan Kesenian pada Dinas Pariwisata Tahun 2011 ini punya Konsep tersendiri tentang Pakaian Tradisional Desa Bawomataluo, setiap pengunjung yang datang ke Bawomataluo untuk pria wajib mengenakan rompi dan wanita mengenakan selendang dimulai saat berada di bawah anak tangga (Bawa Goli) Desa Bawomataluo. Dan di rumah adat sebaiknya tersedia pakaian tradisional bagi para pengunjung yang ingin berfoto mengenakan pakaian daerah. Ia terinspirasi hal itu ketika berlibur ke Candi Borobudur, dimana setiap pengunjung wajib mengenakan atribut pakaian tradisional.

Eva bersama Kadis Pariwisata (Tahun 2011) Fabowosa Laia, M.Si juga telah beberapa kali memotivasi pemilik Omo Sebua agar di Rumah Raja dipajang pakaian tradisional untuk dapat dipakai oleh setiap pengunjung. Hal itu menjadi kemungkinan kenapa saat ini di Omo Sebua tersedia pakaian tradisional yang dapat disewakan kepada Pengunjung untuk dapat mengabadikan momen dan merasakan betapa cantik dan gagahnya mereka ketika menggunakan pakaian tradisional lengkap.
Buat Eva, tren berpose dengan baju adat sebagai bentuk apresiasi anak muda yag cinta akan budaya, sekaligus ajang promosi wisata lewat berfoto mengenakan baju adat dan mengunggahnya ke sosmed, kita sudah menunjukkan bagaimana Nias Selatan dalam busana.
Bahkan desainer nasional Torang Sitorus sudah mengkreasikan desain gaun bermotif ornamen nias dan pada 27 April 2015 mengajak rekan-rekan desainer kawakan lainnya mengunjungi Desa Bawomataluo bersama Putri Indonesia.
“Saya sangat mendukung sekali anak-anak muda yang berpose dengan pakaian adat selama posenya tidak merusak citra adat dan budaya kita, karena kita wajib bangga krn kita punya pakaian tradisional yang cantik. Selain itu, ini sebagai salah satu cara pelestarian budaya kita terutama dari pakaian tradisional. Saya sih berharap ke depan kita tetap menjaga keorisinalan pakaian adat kita. Saat ini sudah banyak pakaian adat yang dimodifikasi. Saya tidak anti pakaian yang dimodifikasi justru sangat baik untuk menambah keragaman pakaian kita namun sebaiknya ornamen yang dipakai harus ornamen Nias Selatan bukan ornamen yang tidak ada lalu dimunculkan begitu saja,” kata Eva.
Coba deh buat lomba di instagram pose dengan menggunakan pakaian adat di bawomataluo lalu memberi hastag #cintabawomataluo atau yg lain, saya rasa pasti makin tinggi antusias anak2 muda untuk datang ke sana, harap Eva. (Eksaudin Zebua, SE)