
Jakarta-SuaraNusantara
Menkum HAM Yasonna H. Laoly meminta penuntutan dan pemidanaan koruptor diperberat di meja pengadilan. Karena setelah vonis dijatuhkan, maka tanggung jawab pembinaan terhadap koruptor ada di tangan Kemenkumham
Yasonna mengatakan hal itu terkait pandangan sejumlah pihak yang menolak pemberian remisi bagi para koruptor. Menurutnya, Kemenkumham tidak bisa melanggar hak asasi para penghuni lembaga pemasyarakatan untuk mendapatkan hak remisi, termasuk hak remisi bagi para koruptor.
“Di penuntutan, di pengadilan, lakukan pemberatan hukuman. Tuntutlah yang tinggi, vonislah yang tinggi. Karena kalau di sini (Kemenkumham) , sangat bertentangan dengan HAM,” kata Yasonna dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Road Map Penegakan Hukum yang digelar Kemenkum di Hotel Rancamaya, Bogor, Jumat (23/9/2016) malam.
Yasonna meminta konsep penegakan hukum dilakukan sesuai filosofi hukum yang ada. Dalam konsep itu, penegakan hukum dimulai di penyidikan (prajudikasi), pengadilan (ajudikasi) dan pelaksanaan pidana (pemasyarakatan). Konsep penjeraan terhadap perang atas korupsi berada di wilayah penuntutan dan pengadilan.
“Tapi kalau sudah menjalani pemidanaan maka menjadi wilayah pembinaan untuk menyiapkan terpidana kembali ke masyarakat menjadi manusia yang baik. Kementerian Hukum dan HAM tidak bisa melanggar HAM,” tegasnya.
Yasonna berpendapat, cepatnya para terpidana korupsi menjalani masa hukuman dikarenakan penuntutan yang rendah dan vonis hakim yang rendah pula. Sehingga mau tidak mau, masa penahanan menjadi sangat singkat, sehingga jika ingin seorang koruptor dipenjara dalam waktu yang lama, maka perberat vonis hukumannya saat masih di pengadilan, bukan ketika sudah berada di dalam penjara.
“Remisi itu tidak melanggar teori modern. Dalam teori modern, hukuman itu bukan untuk penjeraan. Seorang hakim mengerti kalau terdakwa diberi hukuman sekian maka akan dihitung-hitung didapatnya 1 tahun penjara, umpamanya. Hakim akan tahu itu,” kata Yasonna.
Namun mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan ada konsep hukum lain yang sama-sama benar pula. Paradigma satu, bisa dibantahkan oleh paradigma yang lain.
“Kita sudah pada satu komitmen bersama bahwa perang total terhadap kasus korupsi secara sungguh-sungguh, perlu cara cerdas bahkan keras. Dalil-dalil itu selalu ada. Paradigma itu adalah kesepakatan dalam memandang, maka akan ada paradigma lain,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, Lembaga Pemasyarakatan (LP) juga harus ikut memerangi kejahatan korupsi dengan memperberat syarat remisi kepada koruptor. “PP ini (pengetatan remisi) sudah diuji di Mahkamah Agung dan dikuatkan. Bahkan yang menguji tidak tanggung-tanggung, Prof Yusril Ihza Mahendra, orang yang dianggap sangat tahu tentang hukum,” ujar Mahfud.
Selain Menkumkam Yasonna dan Mahfud MD, turut hadir dalam pertemuan itu para pakar hukum seperti Prof Yuliandri, Prof Hibnu Nugroho, Prof Adji Samekto, Zainal Arifin Moechtar dan Refly Harun. (fajar)