
Jakarta-SuaraNusantara
Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan Kementerian Sekretariat Negara harus secara resmi membuka hasil kerja atau laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya aktivitas HAM, Munir. Keputusan sidang Komisi Informasi Pusat KIP ini disambut oleh istri mendiang Munir, Suciwati dan pemohon gugatan yaitu pegiat dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan LBH Jakarta, yang hadir di ruang sidang, Senin (10/11/2016).
“Proses di Indonesia untuk mencari keadilan cukup lama. Pemerintah hanya membuat tumpukan kasus, kita dorong sama-sama tidak hanya diumumkan, tapi juga segera dituntaskan ditindaklanjuti,” kata Suciwati.
Dalam Keppres No 111 tahun 2004, tentang pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir, disebutkan bahwa pemerintah harus mengumumkan hasil penyelidikan kepada masyarakat. Namun Keterangan tertulis mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi yang dibacakan dalam persidangan, menyebutkan tidak mendapatkan salinan dokumen hasil kerja atau laporan TPF Munir.
Sekretaris TPF, Usman Hamid, menilai keputusan Komisi Informasi Pusat ini bisa menjadi dorongan bagi presiden untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Munir.“Tentu jika presiden mengambil langkah untuk mengumumkan laporan tersebut, kesimpulan maupun rekomendasi yang ada dalam laporan itu juga mengikat presiden untuk ditindaklanjuti.

Dia mengatakan presiden juga bisa langsung menginstruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan investigasi sampai adanya bukti baru dengan merujuk pada hasil tim pencari fakta. “Sejumlah hasil penyelidikan TPF yang belum diungkap, yaitu persiapan perencanaan dan otak utama di balik pembunuhan Munir, karena membutuhkan bukti hukum yang hanya dapat dilakukan oleh penyidik kepolisian,” katanya.
Munir meninggal pada 7 September 2004 dalam penerbangan dengan pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda. Hasil autopsi menemukan pegiat HAM itu meninggal akibat racun arsenik. Tak lama setelah Munir meninggal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Pencari Fakta untuk mengungkap dalang pembunuhan Munir, tetapi hasil laporan TPF itu tak pernah diumumkan.
Meski demikian, kasus pembunuhan Munir sempat dibawa ke pengadilan dan menyeret sejumlah nama seperti pilot garuda Polycarpus Budiharyanto, Direktur Garuda Indra Setiawan, dan Direktur V Badan Intelijen Negara BIN Muchdi Purwoprandjono.
Pollycarpus kemudian divonis 14 tahun penjara di pengadilan negeri, kemudian ditingkat banding hukumannya ditambah menjadi 20 tahun. Di tingkat kasasi hukumannya kembali dikurangi menjadi 14 tahun. Dia mendapat pembebasan bersyarat pada November 2014 lalu. Namun hingga kini, siapa otak di balik pembunuhan ini tetap menjadi misteri. (fajar)