
Jakarta-SuaraNusantara
Sidang Umum Interpol ke-85 dilangsungkan di Nusa Dua, Bali, pada Senin (7/11/2016). Saat membuka acara yang dihadiri 162 negara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan bahwa Indonesia bisa menjadi model dalam penanganan terorisme yang merupakan kejahatan lintas negara.
Indonesia, sebut Kalla, dapat memberikan sumbangan yang besar karena telah diakui peranannya dalam pengungkapan jaringan terorisme. Di Indonesia, menurutnya, terorisme diatasi dengan kombinasi antara soft power dan hard power.
Kombinasi itu tampak ketika Polri mengajak kalangan ulama, mantan napi terorisme, dan kelompok lain untuk melakukan deradikalisasi.
Program deradikalisasi memang telah dilakukan pemerintah Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Bahkan, sejumlah mantan terpidana terorisme, seperti Ali Imron, turut dilibatkan pemerintah Indonesia untuk mendukung program deradikalisasi.
Ali Imron, lebih dari dua belas tahun silam, terlibat serangan bom Bali 2002 yang menewaskan sedikitnya 200 orang.
Akan tetapi, psikolog Sarlito Wirawan yang telah dilibatkan oleh BNPT dan lembaga terkait lainnya dalam berbagai program deradikalisasi sejak 2006, mengaku tidak menggunakan lagi istilah deradikalisasi.
“Karena program deradikalisasi itu ternyata tidak semua bisa melakukannya. Makanya, setelah deradikalisasi, kita namakan ini program disengagement,” katanya, sebagaimana dilansir BBC Indonesia
Hal itu dia tekankan karena tidak semua terpidana terorisme mengubah sikap ideologinya. Pihaknya lantas mensosialisasikan agar mereka tidak melakukan kekerasan.
“Sebab ada beberapa orang yang sudah kami anggap ‘baik’ ternyata balik (terlibat terorisme) dan kemudian tewas atau digerebek oleh polisi,” ungkapnya.
Kejahatan transnasional
JK juga menyoroti perlunya kerja sama dalam menangani kejahatan siber karena saat ini internet tidak hanya digunakan sebagai sarana komunikasi jaringan teroris, tetapi juga sebagai alat menyebarkan pengaruh kelompok radikal. Dari sisi teknologi, menurutnya, masih ada kesenjangan antara negara-negara yang sudah maju dan yang masih tertinggal.
“Tugas kepolisian kini makin berat. Harus ada kerja sama intelijen untuk mengungkapkan jaringannya serta menangani aspek hukumnya,” ujarnya, sebagaimana dikutip wartawan di Bali, Gita Elhasni.
Sidang Umum Interpol akan berlangsung hingga Kamis, (10/11) mendatang. Presiden Interpol, Mireille Ballestrazzi, mengatakan sidang umum ini akan berusaha menciptakan peta jalur global kepolisian dalam mengadopsi dan mengembangkan pendekatan efektif dalam mengatasi masalah kejahatan transnasional. Khususnya dalam peningkatan teknologi dan sumber daya yang memadai.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, sidang umum Interpol ini akan meningkatkan kepercayaan publik pada kapasitas kepolisian Indonesia dalam menciptakan keamanan di negara ini.”Dari sini kita berharap akan ada dukungan untuk kerja sama internasional yang kita butuhkan dalam menangani kejahatan lintas negara,” ujarnya.
Bukan hanya terorisme, tetapi juga masalah yang dihadapi secara khusus oleh Indonesia seperti masalah penangkapan ikan secara ilegal atau illegal fishing.
“Karena itu kami hadirkan pula Menteri Kelautan Ibu Susi sebagai pembicara kunci meskipun di negara lain belum menjadi masalah yang penting,” ujarnya. (BBC)