
Pengantar:
Sungguh mengenaskan penderitaan Hatiria Lase (28) dan Melinda Loi alias Rosi Loi (8). Keduanya korban kekerasan yang dilakukan orang tua angkat mereka, pasangan suami-istri berinisial S dan YL.
Hatiria sejatinya warga Desa Hiliganoita, Kecamatan Bawalato, Kabupaten Nias. Sedangkan Melinda Loi berasal dari Kecamatan Lahusa, Kabupaten Nias Selatan. Keduanya sudah beberapa lama tinggal bersama keluarga Supartono di Jalan Sidomulyo, Dusun 4A, Pasar VII, Desa Manunggal, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Tragisnya, alih-alih mendapatkan kasih sayang dari orang tua angkat, Hatiria dan Melinda malah mendapat siksaan bertubi-tubi, seperti disetrika, disiram air panas, disayat pisau hingga dipaksa makan kotoran ayam.
Perlakuan tidak manusiawi yang diterima keduanya semakin menjadi-jadi setelah tiga anak kandung S dan YL, yakni RRHG, DRS, serta DC, turut serta melakukan penyiksaan.
Berikut bagian pertama dari dua tulisan yang didasarkan dari penuturan kedua korban kepada wartawan Suara Nusantara Ingot Simangunsong:
Melinda Loi berlari bebas menyusuri lorong Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Poldasu, Jalan KH Wahid Hasyim, Medan. Kadang kala ia tertawa lepas, seolah menikmati kebebasan luar biasa. Sudah lebih dua minggu, dia mendapat perawatan di rumah sakit tersebut, akibat luka siraman air panas, serta luka lainnya akibat tindak kekerasan yang dilakukan keluarga Supartono dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Bayangkan saja, Melinda kerap dipukuli dengan kayu dan bambu. Jari tangan tangannya dijepit tang. Telinga kiri disayat pisau. Kemudian pernah kedua kakinya dipasung dan diinjak hingga berdarah. Yang lebih memilukan, sekujur tubuhnya disiram air panas, dan bagian lengannya disetrika hingga melepuh.
Bahkan, menurut pengakuan Melinda, sekali waktu ia pernah mendapat penyiksaan yang sangat menyakitkan. Kepala kirinya dipukul dengan kayu hingga berdarah. Kemudian wajahnya dipukuli.
“Aku sudah tidak tahan waktu itu. Pening kali kurasa, tapi si Yasmin terus memukuliku hingga terjatuh. Mereka tidak menolong dan menertawaiku,” kata Melinda kepada wartawan Suara Nusantara yang menemuinya di teras Ruang Anggrek 3, RS Bhayangkara Poldasu.
Makan Kecoa dan Kotoran Ayam
Melinda tidak seorang diri. Bersamanya ada Hatiria Lase (28), yang sejak tahun 2008 sudah hidup bersama keluarga YL. Melinda dan Hatiria mengalami penderitaan dan kekejaman yang sama. Kalau Melinda pernah diikat dan ditelanjangi, maka Hatiria juga mengalami hal serupa. Bahkan keduanya akan mendapatkan hukuman yang sama yakni tidak diberi makan seharian bila berbuat kesalahan.
“Kalau kami buat kesalahan satu, kami tidak diberi makan satu hari. Tak ada yang kami makan,” kata Melinda.
Yang sangat menyedihkan, keduanya pernah dipaksa oleh YL untuk makan kecoa dan kotoran ayam. Hatiria yang dalam kondisi ketakutan, serta merta menelan kecoa dan kotoran ayam tersebut. Sementara Melinda menyembunyikan kecoa itu di celah mulut. Setelah YL pergi, kecoa dikeluarkan dari mulutnya.

“Kakak makan itu kecoa, kalau saya tidak. Tetapi tahi ayam kami makan,” kata Melinda.
Kalau Melinda mengalami penyiksaan selama 3 tahun, Hatiria mengaku sudah menerima tindak kekerasan selama 5 tahun. Keduanya tidak dapat berbuat apa-apa. Tidak dapat melakukan perlawanan. Sehari-hari mereka tidak boleh keluar rumah.
Dibebaskan Polisi
Tuhan memang punya rancangan luar biasa. Kehendak manusia ada batasannya. Pada 16 September 2016, Melinda, entah bagaimana caranya, dapat keluar dari rumah. Hal pertama yang dilakukan Melinda adalah menghampiri rumah tetangga dan mengetuk-ngetuk pintunya.
Setelah tetangga itu keluar, Melinda langsung menceritakan penderitaan yang mereka alami, sekaligus memohon agar dipanggilkan polisi untuk menangkap YL. Sehabis menceritakan penderitaannya, Melinda kembali pulang ke rumah.
Tetangga yang terkejut melihat penderitaan Melinda kemudian mengadukan masalah ini ke Polsek Labuhan. Aparat langsung merespon pengaduan tersebut dengan mendatangi kediaman keluarga S dan YL.
YL yang sudah mendengar kabar bila dirinya dilaporkan ke polisi, berusaha menutupi bukti dengan menyembunyikan Melinda dan Hatiria di bawah tempat tidur. Namun Melinda mengetuk-ngetuk papan tempat tidur, sehingga petugas mendatangi arah suara. Sungguh mengejutkan semua orang, kedua anak manusia yang tak berdosa itu ditemukan dalam kondisi memprihatinkan.
Keduanya segera dilarikan ke RS Bhayangkara. Melinda yang baru disiram air panas di bagian punggung hingga pantat, dimasukkan ke ruang ICU. Sementara Hatiria diinapkan di ruang Mawar.
Keduanya saat ini sudah menjalani proses pengobatan secara fisik dan psikis (kejiwaan). Hatiria, seperti diungkapkan keluarga aslinya, masih dalam keadaan trauma. Sementara Melinda sampai berita ini diturunkan belum diketahui siapa orangtua kandungnya.
“Sudah kami minta kesediaan pelaku (YL) untuk menceritakan darimana dia mendapatkan Melinda, dan siapa orangtuanya. Pelaku tidak mau memberitahu dan selalu mengatakan lupa,” kata Ketua DPD HIMNI Sumut, Ir Turunan Gulo MAP, saat ditemui di RS Bhayangkara, Senin (3/10/2016).
HIMNI sendiri, lanjut Turunan Gulo, berusaha membantu meringankan penderitaan kedua korban dengan memberikan bantuan senilai Rp. 30 juta. “Saat ini juga sedang diupayakan solusi yang lebih komprehensif buat Melinda, yang hingga saat ini belum ditemukan orangtuanya,” ujarnya. (bersambung)