
Gunungsitoli – SuaraNusantara
Warga Kepulauan Nias, Sumatera Utara, kerap mengalami kesulitan dalam mendapatkan pasokan air bersih. Listrik yang sering padam, menjadi salah satu sebabnya. Bila listrik mati, pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) otomatis terhenti.
Seperti yang terjadi saat pemadaman listrik selama beberapa pekan di bulan April silam. Kala itu, banyak warga meminta air ke Paroki Gereja, dan mengangkut jerigen-jerigen berisi air dengan menggunakan sepeda motor, karena letak Paroki cukup jauh dari kediaman mereka. Atau mereka terpaksa membeli air sumur seharga Rp. 2.000 – Rp 5.000 per jerigen.
Bukan hanya rumah warga, namun kantor-kantor pemerintah, swasta, sekolah sampai fasilitas kesehatan seperti rumah sakit pun terkena imbas dari pemadaman listrik yang berujung pada terhentinya suplai air bersih ke masyarakat.
“Penderitaan yang dialami warga tidak hanya akibat gelap gulita (karena listrik mati), tetapi juga karena krisis air bersih di Kepulauan Nias. Ketiadaan air bersih ini akibat terhentinya aliran air dari PDAM Tirta Umbu ke rumah warga,” ujar Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Padian Adi Siregar, dalam keterangan persnya kepada wartawan, Selasa (12/4/2016) silam.

Di sisi lain, ujar Padian Adi, Gubernur Sumatera Utara selaku kepanjangan tangan dari pemerintah pusat dan memiliki fungsi koordinasi dengan para kepala daerah se-Kepulauan Nias, terkesan ‘tutup mata’ dan membiarkan krisis itu terjadi.
“Gubernur dan DPRD Sumatera Utara harus bersama-sama mendesak Kementerian ESDM untuk menjadikan krisis listrik dan krisis air bersih di Kepulauan Nias sebagai persoalan serius yang harus segera ditangani,” katanya.
Bila bukan karena faktor pemadaman listrik, terhentinya suplai air bersih juga disebabkan mesin pompa yang kerap mengalami kerusakan, seperti yang dialami PDAM Tirta Umbu pada bulan September kemarin. Selama beberapa hari, warga Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias mengalami kesulitan air bersih, setelah mesin pompa milik PDAM Tirta Umbu rusak.
“Kerusakan mesin karena kondisi mesin yang sudah lama, mengingat sampai saat ini pihak PDAM Tirta Umbu Kabupaten Nias tidak bisa melakukan peremajaan pada mesin mesin tersebut, berhubung belum memungkinkan untuk membeli yang baru,“ ujar Direktur PDAM Tirta Umbu Kabupaten Nias, Junius Ndraha.
Faktor cuaca juga berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih di Kepulauan Nias. Musim kemarau seringkali menyusutkan debit air di sejumlah sumber air yang dikelola PDAM. Bahkan di antara sumber air tersebujt, ada yang benar-benar kering bila musim kemarau mencapai puncaknya. Ketiadaan sumber air, membuat PDAM tidak mampu menyuplai air bersih kepada masyarakat.
Apapun penyebabnya, Semua hal itu akhirnya membuat pelanggan kecewa. Ada air bersih atau tidak, pelanggan tetap harus mengeluarkan biaya berlangganan air bersih setiap bulan. Kekesalan warga semakin bertambah karena tetap saja mereka dibebani denda ketika terlambat membayar tagihan.
“Yang disebut air bersih sebenarnya juga tidak terlalu bersih. Air kran mengalirnya pelan, dan sering kelihatan kotor. Bila diendapkan di gelas semalaman, keesokan harinya muncul endapan kapur di dasar gelas. Bayangkan bila kita minum air dengan kualitas seperti itu, bisa-bisa sakit ginjal kita,” tutur seorang warga.
Padahal ketersediaan air bersih bukan hanya berdampak pada kesehatan dan urusan mandi-cuci-minum belaka, tapi lebih dari itu juga berpengaruh pada sektor-sektor lain, terutama sektor pariwisata. Wisatawan tidak akan betah berlama-lama di Pulau Nias bila air yang disuguhkan kepada mereka tidak memenuhi standar kebersihan.
Keterkaitan air bersih dengan sektor pariwisata sebenarnya sudah disadari sejak decade 1990-an, saat Gubernur Sumatera Utara dijabat (alm) Raja Inal Siregar. Kala itu, dia membangun PDAM Tirtanadi di Telukdalam, Nias Selatan, guna mendukung pariwisata.
Lalu pada tahun 1999, dibuat kesepakatan KSO (Kerja Sama Operasi) PDAM Tirta Umbu milik Pemkab NIAS dengan PDAM Tirtanadi Medan milik Provinsi Sumatera Utara, sebagai bentuk dukungan Provinsi Sumatera Utara terhadap industri pariwisata di Kepulauan Nias. Setiap bulannya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengucurkan dana untuk mensubsidi Tirta Umbu.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memberlakukan subsidi silang dari keuntungannya mengelola PDAM Tirtanadi untuk mendukung ketersediaan air bersih di Kepulauan Nias. Jaringan pipa dan alih teknologi oleh PDAM Tirtanadi pun dilakukan guna memaksimalkan kemampuan pengelolaan PDAM Tirta Umbu Nias. Selama periode tahun 2000-2006, pengelolaan PDAM di Kota Gunungsitoli sangat baik.
“Petaka terjadi pasca gempa tsunami 2005. Banyak bantuan dari luar negeri untuk sektor pengelolaan air minum (yang dikelola) PDAM Tirta Umbu. Di antaranya oleh NGO OXFAM milik yayasan di Inggris dan beberapa NGO (non government organization/lembaga swadaya masyarakat) lainnya. Lalu tahun 2007, Direktur TIrta Umbu dijabat oleh Sdr. Harefa (mantan Kabag Keuangan Kab Nias). Direktur Harefa mengusulkan pembatalan KSO kepada Bupati Nias yang waktu itu dijabat Binahati B. Baeha,” tutur Agus Mendrofa, dalam postingan akun facebooknya, Sabtu (5/11/2016).
Menurut Agus, eforia mabuk bantuan luar negeri yang akhirnya membatalkan KSO PDAM Tirta Umbu dengan PDAM Tirtanadi pada tahun 2007. “Saya sedih dan tak berdaya lagi, sebab saya sudah tidak menjabat lagi sebagai Wakil Bupati Nias (2001-2006),” ujar Agus.
Padahal, ujar Agus, pihak Direksi PDAM Tirtanadi sudah mengingatkan bahaya bila KSO dibatalkan. Karena yang rugi akhirnya Pulau Nias. Sebab waktu itu rata-rata APBD Sumatera Utara mengucurkan dana 200 juta setiap bulan untuk subsidi Tirta Umbu. Dari KSO tersebut, Pemkab mendapat deviden/pembagian keuntungan rata-rata 30-50 juta untuk PAD Kabupaten Nias. Setelah KSO dihentikan dan PDAM Tirta Umbu sepenuhnya dikelola oleh Pemkab kembali, maka Pemkab Nias harus menyuntik dana ke PDAM Tirta Umbu sekitar 50 – 75 juta per bulannya.
“Nggak tahu lagi sudah berapa miliar hingga kini subsidi APBD Kabupaten Nias untuk Tirta Umbu. Entah dosa siapa sehingga masyarakat Gunungsitoli selama kurun waktu hampir 10 tahun menderita kekurangan air bersih,” ujar Agus.
Saat Agus Mendrofa menuliskan curahan hatinya lewat akun facebook, air di Miga Beach Hotel tempatnya menginap, tak menetes setitik pun. Bayangkan bila pada saat bersamaan, banyak wisatawan yang menginap pula di sana. Apakah mereka harus membawa air bersih sendiri dari daerah atau negaranya masing-masing? (Eka/Arman)