
Jakarta-SuaraNusantara
Kadiv Humas Irjen Boy Rafli menegaskan bahwa secara definisi, makar dan kritik berbeda. “Ini bukan kritikan. Kritik dengan makar berbeda. Kritik memberikan masukan kepada pemerintah dengan pandangan kritis lumrah di negara demokrasi. Tetapi hukum tetap harus dipegang,” Boy Rafli dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Sabtu (3/12/2016).
Boy menjelaskan, dalam negara demokrasi diperbolehkan kritik. Namun hal itu harus sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. “Kita harus sadar bahwa ada hukumnya. Jadi jangan sampai di negara hukum kita serba boleh,” katanya.
Sementara itu dalam kaitan makar, kata Boy, 7 dari 11 orang yang ditangkap Jumat (2/12/2016) kemarin diduga hendak membuat rencana lain dalam aksi demo 212. Mereka diduga akan menduduki MPR dan DPR. Ketujuh tersangka itu adalah Kivlan Zen, Adityawarman Thaha, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko Suryo Santjojo, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri.
Sampai Sabtu (3/12/2016) siang, dari 11 orang yang ditangkap, 3 orang masih ditahan, yakni Sri Bintang Pamungkas dan kakak beradik Jamran dan Rizal Kobar. Salah satu yang disangkakan terhadap Sri Bintang, terkait konten di media sosial Youtube, bulan November 2016 lalu. Pria kelahiran Tulungagung itu diduga sengaja mengunggah video yang berindikasi penghasutan kepada masyarakat, khususnya netizen.
“Sangkaan utama, berkaitan dengan tayangan Youtube. Ada ajakan untuk penghasutan kepada masyarakat luas melalui medsos,” ujar Boy Rafli.
Sedangkan, dua tersangka kakak beradik, Jamran dan Rizal Kobar dikenakan pasal 28 ayat 2 tentang UU ITE yang berkaitan dengan hate speech, karena menyebarluaskan info isu SARA.
Saat ini, polisi akan mendalami penyandang dana dugaan makar oleh Rachmawati Soekarnoputri dan kawan-kawan. “Nanti kan masih dalam pemeriksaan semua, apakah ada uang-uang dari pihak lain. Apakah ada penyandang dana, pasti didalami semua,” ujar Boy Rafli.
Adanya kemungkinan tersangka lain, lanjut Boy, bisa saja terjadi. Semua tergantung dari penyidikan anggota di lapangan.
“Jadi tadi, kemungkinan tersangka lain dibilang mungkin, ya mungkin. Kita tunggu saja nanti perkembangan pemeriksaan yang lebih jauh. Barang bukti yang didapat atau alat bukti yang diperoleh penyidik itu nanti dijadikan bahan,” paparnya.
Lalu apakah penyidik sudah menemukan bukti itu? “Belum, sedang dicari,” pungkas Boy.
Sementara itu, dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/11/2016), Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan belum ada informasi 11 orang yang ditangkap akan menggugat. Tapi jika nanti memang akan digugat, Polri menyatakan siap. “Penegakan hukum oleh polisi bisa digugat, ada mekanismenya, dan negara kita ini ada satu sistem. Biar kita uji di pengadilan,” ujar Martinus.
Pernyataan Martinus didukung oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian RI Edi S Hasibuan yang ikut dalam diskusi. “Masalah hukum dilawan dengan hukum. Biarlah pengadilan yang menentukan. Kita mengharapkan, kalau memang ada yang keberatan, tokoh-tokoh bisa menyampaikan ke pengadilan,” ujar Edi. (eka/badriza)