
Jakarta-SuaraNusantara
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di ambang kehancuran. Perang saudara bisa meletus setiap saat. Bila pemerintah terus-terusan bersikap lembek pada kelompok intoleran, bukan mustahil hal itu akan terjadi.
Apapun bisa jadi masalah di negeri ini. Timnas PSSI yang kemarin sudah hebis-habisan memperjuangkan nama bangsa saja dikritik sebagai tim kafir karena dilatih oleh pelatih bule Alfred Riedl dan Boaz Salossa sebagai kapten. Kebetulan keduanya beragama Kristen.
Sekarang, gambar pahlawan di mata uang pun dipersoalkan. Dwi Estiningsih yang disebut-sebut sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Dia dikritik netizen gara-gara mempersoalkan 5 pahlawan nasional yang gambarnya masuk di mata uang Rupiah baru.
Dwi menyebut ke-5 pahlawan nasional itu sebagai kafir. “Luar biasa negeri yang mayoritas Islam ini. Dari ratusan pahlawan terpilih 5 dari 11 adalah pahlawan kafir,” tulis Dwi di akun twitternya.
Ketika ada netizen yang mengingatkan Dwi bahwa pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia bukan hanya dari kalangan umat Islam, Dwi pun ngotot tak mau kalah dengan menjawab, “Iya sebagian kecil dari non muslim berjuang, mayoritas pengkhianat. Untung sy belajar #sejarah,” tulisnya.
Entah sejarah versi siapa yang dipelajari oleh Dwi, sebab bila bicara tentang penghianat di masa sebelum dan selama revolusi, bahkan pada masa reformasi sekarang ini, pelakunya tidak didominasi oleh satu agama atau suku saja.
Bukan hanya ‘pahlawan kafir’ yang dipersoalkan perempuan ini. Tetapi pejuang asal Aceh, Cut Meutia, yang jelas-jelas beragama Islam dan diakui kedalaman ilmu agamanya, serta sangat berjasa karena berani bertaruh nyawa untuk kemerdekaan bangsa ini, juga dipersoalkan oleh Dwi.
“Cut Meutia, ahli agama & ahli strategi. Bukan ahli agama bila tak menutup aurat #lelah,” tulisnya.
Muak dengan ‘kesombongan’ Dwi yang merasa paling benar sendiri dan mungkin merasa lebih banyak jasanya untuk bangsa ini ketimbang Cut Meutia dan para ‘pahlawan kafir’, banyak pihak akhirnya merasa tersinggung. Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia (Forkapri) bahkan melaporkan Dwi ke Polda Metro Jaya.
“Forkapri melaporkan Dwi Estiningsih atas twit berisi ujaran kebencian bernuansa SARA di akun Twitter-nya,” ujar Birgaldo Sinaga selaku kuasa hukum pelapor, Ahmad Zaenal Efendi dari Forkapri, kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (21/12/2016).
Menurut Birgaldo, cuitan Dwi tersebut terutama kata ‘kafir’ dinilai mengandung unsur kebencian. Dwi juga dinilai tidak menghargai kebhinekaan negara Indonesia.
“Bagi kita itu jelas sebuah penghinaan karena setiap orang memiliki iman dan kepercayaan, tapi tidak serta merta dilempar ke ruang publik dan menganggap kita tidak beriman,” kata Brigaldo.
Brigaldo berharap agar polisi segera memproses hukum Dwi. Dia mengatakan tidak mengharapkan permintaan maaf dari Dwi karena menurutnya, pernyataannya itu sudah keterlaluan.
“Terlapor Dwi Estiningaih berdasar rekam jejak kita pantau adalah seorang kader PKS, pernah nyaleg di Jogja (tapi gagal) dan dia master psikologi UGM,” lanjutnya
“Kami sangat terluka, kebetulan kami keluarga pejuang. Kami lihat ini ada upaya adu domba memecah belah,” timpal Ahmad Zaenal Efendi selaku pelapor. (eka)