
Jakarta-SuaraNusantara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tiga orang dalam operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (25/1/2017) siang kemarin. Salah satunya adalah pejabat Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar yang juga pernah menjabat Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) di era pemerintahan SBY.
Patrialis ditangkap di sebuah hotel di daerah Taman Sari, Jakarta Barat. Lokasi di Taman Sari Jakbar sendiri dikenal sebagai lokasi “merah” atau esek-esek. Bahkan, kabarnya turut pula seorang wanita dalam OTT itu.
Saat berita ini diturunkan, KPK belum menyampaikan keterangan resmi terkait penangkapan Patrialis tersebutm, seperti terkait kasus apa dan siapa saja yang turut ditangkap. Rencananya Kamis sore ini, KPK baru menyampaikan pernyataan resminya.
Penangkapan ini sontak mengagetkan banyak pihak, terutama rekan-rekan sejawat Patrialis di MK. Ketua MK Arief Hidayat bahkan meminta maaf yang setinggi-tingginya kepada rakyat Indonesia.
“Ya Allah saya mohon ampun. Saya tidak bisa menjaga MK dengan sebaik-baiknya,” kata Arief di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (26/1/2017).
“Saya akan rapat permusyawaratan hakim (RPH) lebih dahulu. Setelah RPH saya temui anda semua, karena saya tidak bisa melakukan apa-apa. Sendiri karena apa yang saya lakukan harus seizin hakim lain,” sambung Arief.
Satu per satu hakim Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian mendatangi Gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Mereka akan membahas soal penangkapan ini.
Juru Bicara MK Fajar Laksono membenarkan bahwa Kamis siang tadi MK tengah mengumpulkan para hakimnya. “Terkait pemberitaan yang sekarang beredar. Terlepas dari kita belum menerima konfirmasi pasti dari KPK,” kata Fajar.
Menurut Fajar, pengumpulan para hakim tersebut atas perintah Ketua MK Arif Hidayat.
Perlu Reformasi Peradilan
Sementara itu, Jubir Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi dalam siaran persnya, Kamis (26/1/2017) mengatakan, peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua, mengingat kejadian ini bukan yang pertama.
“Komisi Yudisial menyerukan kepada seluruh pihak untuk kembali mendengarkan suara publik dan apa yang disuarakan oleh masyarakat. Reformasi yang sebenarnya adalah perbaikan yang telah menyentuh masalah dasar, yaitu integritas,” ujarnya.
KY juga meminta pengawasan terhadap korps kehakiman diperketat. Farid menambahkan reformasi peradilan harus terus dilakukan demi peradilan yang bersih.
“KY mengajak kepada seluruh pihak untuk kembali melihat arah reformasi peradilan kita, dengan merujuk pada seluruh peristiwa yang belakangan terjadi tidakkah ada sesuatu yang patut dikoreksi?” ujarnya. (eka)