
Jakarta-SuaraNusantara
Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hujan deras yang berlangsung sejak Jumat (14/7/2017) hingga Minggu (16/7/2017) menyebabkan bencana banjir di beberapa wilayah di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung.
Berdasarkan data BMKG, curah hujan pada hari Sabtu di stasiun Lalang-Manggar Kabupaten Belitung Timur sebesar 653 mm/hari. Sedangkan di Kelapa Kampit sebesar 306 mm/hari, Air Asam 290 mm/hari, Membalong 302 mm/hari, Perawas 128 mm/hari, dan Sijuk 82 mm/hari.
“Sudah pasti sistem hidrologi di daerah aliran sungai tersebut akan tidak berlangsung normal. Kemampuan drainase dan sungai beserta anak-anak sungainya tidak akan mampu menampung aliran permukaan sehingga menimbulkan banjir,” jelas Sutopo dalam keterangan persnya, Senin (17/7/2017).
Sutopo menjelaskan, di Kabupaten Belitung Timur, banjir melanda tujuh kecamatan, yakni Kecamatan Simpang Renggiang, Kelapa Kampit, Dendang, Damar, Gantung, dan Manggar. Beberapa desa di Kecamatan Simpang Renggiang terendam banjir antara 25-120 centimeter. Adapun desa tersebut, yakni Desa Simpang Tiga, Air Ruak, Renggiang, Lintang dan Air Madu.
“Evakuasi warga terhalang tingginya banjir dan terbatasnya perahu karet,” kata Sutopo.
Sejauh ini, kerusakan atau kerugian yang tercatat, antara lain sembilan mobil terjebak banjir dan dua mobil hanyut di Kecamatan Kelapa Kampit pada Minggu (16/7/2017) kemarin.
Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Namun akses Jalan Raya Kelapa Kampit -Tanjung Pandan atau tepatnya jalur di depan Kompleks PLN Desa Mayang menjadi rusak karena tergerus air.
“Di Kecamatan Manggar jembatan Aik Meranti Desa Selumar akses juga terputus, sehingga daerah tersebut lumpuh total,” ujar Sutopo.
Menurut Sutopo, meningkatnya degradasi lingkungan di Belitung dan Belitung Timur disinyalir menjadi penyebab banjir. Karena berdasarkan hasil kajian BNPB, air hujan di wilayah Belitung biasanya mengalir sebagai aliran permukaan (run off) dan menggerus permukaan.
“Kandungan biji timah dan kaolin banyak ditemukan di daerah endapan batuan granit, sehingga daerah sekitar sungai banyak dimanfaatkan sebagai usaha pertambangan,” ujarnya.
Maraknya usaha pertambangan ini, lanjut Sutopo, tidak didukung dengan upaya perbaikan lingkungan hingga mengakibatkan kerusakan ekosistem lingkungan. Akibatnya air menjadi keruh karena partikel lumpur dan sukar untuk meresap ke tanah dan sungai yang sudah dangkal karena adanya endapan lumpur hasil aktivitas pertambangan.
“Perlu ada kebijakan strategis dari pemerintah setempat untuk melakukan restorasi kerusakan akibat tambang dan melakukan pengerukan di aliran-aliran sungai yang sudah dangkal,” tegas Sutopo.
Penulis: Yon K