
Nias-SuaraNusantara
Aromanya yang khas dan menggoda itulah durian Nias yang dikenal lezat dan legit. Jika ada rencana liburan ke Pulau Nias Sumatera Utara, pastinya jangan lewatkan musim durian yang sedang berjalan.
Di Nias musim durian hanya ada satu kali dalam setahun biasanya, jatuh pada bulan Juni sampai dengan Juli, namun beberapa tahun terakhir ini musimnya bergeser dari bulan September hingga Desember.
Dari pantauan SNC di Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias, musim durian sudah mulai sekitar dua minggu yang lalu, hampir di setiap persimpangan dan trotoar jalan ada pedagang yang menjajakan durian.
Kontributor SNC mencoba masuk ke salah satu Desa di Kecamatan Gido Kabupaten Nias yang mana daerah ini juga terkenal dengan penghasil durian.
Beruntung perburuan dan sekaligus keinginan mencicipi durian tidak sia-sia. Pagi sekira pukul 09.30 Wib dalam perjalanan mamasuki Desa Lahemo Kecamatan Gido sudah terlihat di teras rumah warga berjejer buah durian yang akan dijual.
Sebelumnya di sepanjang perjalanan, SNC juga bertemu dengan beberapa warga yang baru pulang dari kebun sambil menenteng buah durian, biasanya mereka baru semalaman menunggu durian yang jatuh dari pohon.
Manaro duria (menjaga durian), itulah istilah yang akrab disebut masyarakat setempat, dan hal itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat Nias saat musim tiba.
Dari penuturan seorang pemilik pohon durian, menjaga durian di waktu malam merupakan hal yang wajib mereka lakukan, karena jika tidak, orang lain akan mengambil buah durian yang jatuh dari pohon tersebut.

Rata-rata durian yang dijual adalah buah durian yang matang di pohon, sehingga rasa dan aromanya tidak seperti durian yang dipetik, sebagaimana kebanyakan dijual di supermarket.
Pohon durian di Nias berbeda dengan pohon durian yang dibudidayakan di beberapa wilayah di Indonesia, sebab pohon durian di Nias perlu waktu puluhan tahun untuk menghasilkan buah, dan sebagian bukan sengaja ditanam, namun pohonnya hidup begitu saja di alam tanpa ada perawatan khusus dari pemiliknya.
Masyarakat sekitar tidak mengenal betul apa varietas durian yang hidup dan tumbuh di sekitar desa itu, mereka biasa menyebutnya dengan istilah durian balaki/ana’a, durian Hezaya, durian hezaito, durian sigolu, durian gona, durian lae, dan banyak lagi sebuta lainnya.
Dari beberapa jenis durian yang dikenal di Nias, menurut masyarakat setempat yang paling dicari-cari dan diminati adalah jenis durian balaki atau duria ana’a.
Durian balaki berarti durian emas. dijuluki durian emas karena warna daging buahnya yang kuning keemasan dan rasanya yang sangat manis dan lezat selain itu juga durian jenis ini memiliki biji yang tipis dan kecil.
Untuk saat ini jika ingin membeli durian langsung dari desa, masyarakat setempat menghargai buah durian per buah mulai dari Rp. 5.000 sampai Rp. 10.000.
Salah seorang pedagang pengumpul yang sedang memberi buah durian masyarakat kepada SNC mengatakan jika buah durian yang dibeli dari desa-desa akan dibawa ke Gunungsitoli dan ada juga yang akan dikirim ke daratan Sibolga hingga Kota Medan.
Selain itu juga ada pembeli durian yang sengaja datang dari Medan dan Sibolga membeli durian untuk diolah menjadi bahan makanan ringan seperti pancake durian, dodol, es krim dan banyak lagi.
Agusman yang baru saja pulang dari kebun dan menenteng durian mangaku jika selama musim durian sehari dia dapat mengantongi uang rata-rata dua ratus ribu dari hasil penjualan buah durian, baginya penghasilan itu dapat membantu keluarganya yang selama ini hanya mengandalkan hasil kebun karet.
Sayangnya, durian Nias terancam mengalami kepunahan. Penyebabnya adalah kebiasaan masyarakat yang sering menebang pohon durian untuk diolah menjadi papan dan kayu reng yang dipergunakan untuk bahan bangunan.
Kontributor: Berkati Ndraha