Jakarta, Suaranusantara.com – Pada pekan-pekan ke depan, Pertalite diprediksi akan semakin langka. Ketua DPR RI Puan Maharani pun mengingatkan pemerintah agar menyiapkan diri menghadapi krisis pertalite.
Ia juga mengakui, bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ini sudah membebani APBN dan perlu rencana cadangan (contingency plan) dalam penyalurannya.
“DPR berharap pemerintah bergerak cepat menyiapkan contingency plan saat kuota pertalite benar-benar kritis,” kata Puan dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (12/8).
Ia menambahkan, konsumsi pertalite sudah mendekati batas kuota subsidi yang ditetapkan pemerintah, yaitu 23,05 juta kiloliter (KL). Cadangan yang ada diperkirakan hanya bisa disalurkan hingga September 2022. Hingga Juli lalu, konsumsi pertalite sudah mencapai 16,8 juta KL.
Tingginya konsumsi Pertalite terjadi akibat BBM jenis premium ditiadakan. Untuk itu, lanjut Puan, contingency plan perlu dibarengi dengan penambahan anggaran subsidi BBM bagi rakyat yang memang sangat membutuhkan.

“Apalagi di sejumlah daerah sudah terjadi kelangkaan pertalite dan menyulitkan masyarakat,” ucap politisi PDI-Perjuangan tersebut.
Ia lalu mengimbau pemerintah tidak mendiamkan fakta ini, agar masyarakat kelas menengah ke bawah bisa tetap mengakses BBM bersubsidi. Menurutnya, jika Pertalite tidak ada akan memberatkan masyarakat kecil, terutama yang mata pencahariannya sangat bergantung pada BBM jenis pertalite. Untuk itu, perlu ada langkah extra ordinary untuk mengatasi krisis pertalite.
Di sisi lain, subsidi BBM sebenarnya sudah menyedot APBN hingga Rp502 triliun dan terancam membengkak sebab angka konsumsi pertalite diprediksi akan bertambah. Mantan Menko PMK itu pun mendorong agar program pembatasan pembelian BBM bersubsidi segera dilaksanakan.
“Agar tidak semakin memberatkan APBN tapi juga tetap bisa digapai masyarakat menengah ke bawah, pembatasan pembelian BBM bersubsidi bisa menjadi solusi yang baik,” tutur Puan. Ia meminta pemerintah bersama stakeholder terkait semakin masif mensosialisasikan program subsidi tepat sasaran.
Selain itu, ia meminta pemerintah cepat mengeluarkan regulasi pembatasan BBM bersubsidi. “Dengan begitu, subsidi dari pemerintah, termasuk alokasi tambahan anggarannya, betul-betul tepat sasaran diberikan kepada masyarakat yang berhak memperolehnya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Pemerintah meminta Pertamina untuk mengendalikan volume bahan bakar bersubsidi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang, hal ini harus dilakukan agar anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak mengalami penambahan tekanan.
“Pertamina diminta untuk mengendalikan agar APBN kita tidak mengalami tekanan tambahan,” katanya dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Kamis (11/8).
Bendahara Negara mengungkapkan, belanja subsidi pemerintah telah naik hingga Rp502 triliun untuk menahan harga agar tidak dirasakan langsung oleh masyarakat.
Realisasi belanja negara untuk kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik hingga Juli 2022 mencapai Rp104,8 triliun. Sri Mulyani mengatakan sudah menambahkan Rp275 triliun untuk kompensasi BBM dan listrik yang semula hanya Rp18,5 triliun.
Penambahan tersebut sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sudah dicantumkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022. Total kompensasi menjadi Rp293,5 triliun.
Penambahan anggaran tersebut dilakukan agar harga BBM dan tarif listrik tidak dirasakan langsung masyarakat. Sebab, apabila dirasakan langsung masyarakat akan sangat mengguncang dari sisi inflasi seperti yang terjadi di beberapa negara di dunia.
“Tahun ini satu semester kita sudah membayarkan Rp104,8 triliun. Inilah yang disebut shock absorber, Rp104,8 triliun itu menahan harga tidak naik,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, realisasi subsidi hingga Juli 2022 mencapai Rp116,2 triliun. Sebelumnya, dalam APBN 2022, anggaran subsidi hanya Rp206,7 triliun, namun ditambahkan Rp77,0 triliun sehingga menjadi Rp283,7 triliun. Pada 2021, realisasi subsidi hanya R99,6 triliun.(RND)
Discussion about this post