SuaraNusantara.com – Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati melihat potensi cuaca ekstreme tidak seperti tahun 2019. Meski begitu cuaca ekstreme kali ini tepat diwaspadai untuk lebih siaga.
“Kami sampaikan kenapa kami gencarkan press conference dikhawatirkan dapat terjadi seperti itu, saat itu tinggi intensitas hujan juga dipengaruhi seruakan udara dingin dari dataran tinggi asia, dataran tinggi tibet sama juga dengan monsun asia menguat namun bedanya saat itu sudah mulai terjadi lanina,” ujar Dwikorita dalam video youtube InfoBMKG, Selasa (27/12/2022).
Dwikorita mengatakan kalau cuaca ekstreme tahun 2019 dipengaruhi banyak banyak faktor. Kondisi tersebut diperburuk dengan ada La Nina yang menjadikan curah hujan semakin tinggi.
“Jadi lanina sendiri itu saat itu dapat meningkatkan curah hujan sampai 70% bersamaan dengan seruak dingin dan monsun asia jadi sampai ekstreme bahkan itu lebih dari ekstreme,” ujar Dwikorita.
Dwikorita jelaskan kalau curah hujan tahun 2019 sudah di luar batasan ekstremen yakni 377 mm dalam 24 jam. Selain itu kondisi La Nina memasuki level yang sangat kuat.
“Beda sekarang adalah lanina level lebih rendah, namun saat ini lanina lemah namun disertai NGO dan juga itu tadi Arus lintas equatorial itu jadi lebih baik kita waspada, lebih baik kita siaga meskipun lanina sudah lemah tidak sekuat tahun itu,” tutupnya
Sebagaimana diketahui pada tahun 2019 BMKG juga sudah merilis cuaca ekstreme akibat fenomena La Nina. Kala itu banjir yang melanda Ibu Kota DKI Jakarta memakan korban hingga 66 orang akibat hiportemia, tenggelam dan tersengat listrik di Jabodetabek. (edw)
Discussion about this post