Suaranusantara.com – Dalam beberapa hari ini bergulir wacana dari pemerintah mengenai larangan kepada pengecer atau warung kelontongan menjual gas elpiji 3 kilogram.
Wacana ini menuai kritik dari berbagai kalangan karena dianggap akan memberatkan masyarakat kelas sosial menengah kebawah, seperti pekerja informal dan keluarga pekerja atau buruh
Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini ditopang oleh sekitar 75 persen kalangan ekonomi informal, yakni para pekerja diberbagai sektor informal.
“Contohnya pekerja informal yang bekerja pada industri makanan, seperti pedagang nasi goreng, penjual baksos dan mie ayam, industri tempe tahu dan warung Tegal atau warteg, sebagai pengguna gas 3 kilogram,” terang Andy.
Andy juga menambahkan bahwa selain ekosistem para pedagang, mayoritas pengguna gas 3 kg adalah keluarga buruh atau pekerja.
“Tentunya pembatasan penjualan ini akan menghadirkan keresahan bagi para pekerja informal dan keluarga pekerja atau buruh pabrik, karena akan menyulitkan mereka mengakses untuk membeli gas 3 kilogram tersebut.” imbuhnya.
Demi mengatasi permasalahan tersebut, Labor Institute Indonesia menawarkan solusi menggunakan kupon untuk pembelian gas 3 kilogram, yang nantinya para petugas dari Pertamina atau Distributor Gas yang ditunjuk menyebarkan kupon tersebut dan diutamakan khusus untuk kalangan pekerja informal dan para buruh.
“Mungkin setiap usaha pekerja informal diberikan kuota 2 sampai 3 tabung gas per bulan, disesuaikan siklus kebutuhan dari usaha pekerja informal tersebut. Pihak Pertamina atau PT Gas atau distributornya dapat juga menggunakan sistem penjualan kanvasing dengan sistem zona,” jelasnya.
Andy mencontohkan untuk sistem zonasi adalah daerah pemukiman buruh atau sekitar kawasan industri yang perlu dibuatkan depo motoris yang dapat bergerak melayani khusus bagi kalangan pekerja informal atau buruh didaerah atau zona tersebut.
Jika ini dapat terlaksana, ujar Andy, Pertamina juga harus melakukan pengawasan ketat terhadap penyaluran gas 3 kilogram tersebut. Jangan sampai terjadi praktek penyalah gunaan kupon yang dilakukan oleh oknum terkait. Baik dari pihak penyebar kupon atau penerima kupon yang menjual kembali kupon secara komersil atau menimbun gas 3 kilogram.
Andy menegaskan bahwa Labor Institute Indonesia menyatakan kebijakan pembatasan distribusi gas 3 kilogram untuk kalangan menengah sangat aneh. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara produsen gas yang besar didunia.
“Seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah pengawasan dan law enforcement terhadap oknum-oknum yang melakukan penyalah gunaan peruntukkan gas 3 kilogram yang semestinya untuk kalangan ekonomi informal dan keluarga sederhana,” tegasnya.(ADT)
Discussion about this post