SuaraNusantara.com-Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa Kamboja merespons positif rencana Indonesia untuk mengimpor beras sebanyak 250 ribu ton per tahun. Pernyataan ini disampaikan usai pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet pada Senin (4/9).
“Hari ini saya ingin menyampaikan tiga hal, yang pertama terkait kerja sama ketahanan pangan, saya mengapresiasi sambutan Kamboja terkait keinginan Indonesia untuk mengimpor beras dari Kamboja sekitar 250 ribu ton beras per tahun,” ujar Jokowi dalam keterangannya.
Meskipun demikian, Badan Pangan Nasional menjelaskan bahwa impor beras masih dalam tahap penjajakan. Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa proses impor beras adalah proses yang memerlukan waktu.
BACA JUGA:Â Kepala Bapanas: Waspada terhadap Kebijakan India Menghentikan Ekspor Beras
Badan Pangan Nasional bertugas menugaskan Perum Bulog dalam menyerap dan mendistribusikan beras, atas perintah dari Jokowi.
“Masih dijajaki. Kan gini, importasi nggak langsung. Jadi MoU bagian pertama biasanya G to G (Government to Government), setelah itu akan diikuti B to B (Business to Business)-nya, itu nanti produk spesifikasi, ketersediaan mereka, mereka menyanggupi 250.000 ton satu tahun, tapi kan di sini kita perlu karantina, perlu produk spesifikasi, perlu port mana yang akan dituju, berapa,” jelasnya.
Selain itu, dalam proses penjajakan juga harus memperhatikan dokumen-dokumen yang lengkap, termasuk pasokan beras, infrastruktur karantina, dan kapasitas kapal.
BACA JUGA:Â Polri Berhasil Amankan Pengoplosan Beras di Banten.
“Apakah dia punya draft dari dermaga dia cukup untuk kapasitas berapa lebih teknis, sehingga kita nggak bisa bilang, begitu disetujui belum tentu selesai dalam satu dua minggu. Karena kan shipment-nya, kapasitas kapal, misalnya kalau Vietnam sudah bisa ngirim 50.000 kalau ini belum tentu 10.000 cukup nggak kapalnya, port-nya di mana harus dilihat,” tambahnya.
Selain aspek pasokan dan infrastruktur, yang tak kalah penting adalah harga beras yang harus sesuai dengan aturan dan kemampuan negara dalam hal penugasan impor yang diberikan kepada Perum Bulog.
“Kita makanya penjajakan, artinya apabila infrastruktur cukup, harganya cocok, kan ini ada harganya nih kalau harganya di atas Thailand dan Vietnam, mau beli nggak? Ini kan perlu kesesuaian di Bulog kan ada mekanisme bidding, artinya akan cari harga yang terbaik dengan spec yang telah ditentukan,” jelas Arief.
Discussion about this post