
Jakarta – SuaraNusantara.com
Persoalan krisis listrik di Kepulauan Nias merupakan permasalahan klasik yang sudah terjadi selama puluhan tahun. Pemadaman listrik menjadi hal yang rutin terjadi. Sebagian wilayah di sana bahkan belum pernah merasakan listrik sedetik pun sejak negeri ini merdeka. Namun krisis listrik baru-baru ini terjadi secara bersamaan dan dalam waktu yang cukup lama, sehingga sangat merugikan masyarakat luas.
Krisis bermula ketika PT. APR, selaku perusahaan penyedia jasa listrik menghentikan pasokan lantaran PLN belum melunasi tagihan utang yang mencapai puluhan miliar rupiah. Padahal belakangan diketahui, utang sebesar itu tidak ada sangkut pautnya dengan Kepulauan Nias, sehingga masyarakat Nias bukan hanya merasa dirugikan namun juga dikorbankan akibat kegagalan PLN sebagai sambung tangan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan listrik rakyatnya.
Sebagai sebuah kepulauan dengan luas wilayah yang cukup besar, Nias membutuhkan pasokan daya listrik sedikitnya 150 megawatt (mw), namun daya listrik yang ada saat ini hanya 26 mw, dimana 6 mw milik PLN dan 20 MW milik PT. APR. Celakanya, dengan kemampuan pasokan daya listrik sekecil itu, tiga mesin milik PLN dalam kondisi rusak, sehingga daya yang mampu dihasilkan dipastikan kurang dari 6 mw. Akibatnya, ketika PT. APR menarik pasokan listriknya, Kepulauan Nias kembali ke zaman batu.
Untuk mencari solusi guna mencegah kejadian serupa terulang di masa depan, beberapa pengurus Himpunan Masyarakat Nias Indonesia (HIMNI) menemui Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Ir. Jarman, M.Sc, di Jakarta, Jumat (20/5/2016). Dalam pertemuan yang berlangsung dari pukul 14.00 s/d 15.30 WIB itu, Otoli Zebua (Sekjen HIMNI), Faigiziduhu Ndruru, Ferdinand Larosa, Fatmawati Manao, Amati Dachi dan Kornelius Wau menyampaikan kekhawatiran masyarakat Nias, mengingat listrik merupakan kebutuhan yang sangat krusial dalam aktifitas sehari-hari.
Menanggapi aspirasi masyarakat Nias yang disampaikan oleh HIMNI, Ir. Jarman, M.Sc menjelaskan, pihaknya telah menempatkan tiga inspektur di Kepulauan Nias yang bertugas secara bergantian. Tujuannya untuk memastikan apakah perkembangan perbaikan ketenagalistrikan yang selama ini dilaporkan ke Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM berjalan sebagaimana mestinya.
“Saya setuju bila masalah ini harus ditangani secara serius supaya tidak terjadi lagi pemadaman. Tugas kami untuk memastikan bahwa PLN melakukan tugasnya dengan baik. Bila terjadi pemadaman lebih dari lima jam, sesuai peraturan, masyarakat berhak mendapatkan diskon 20% dari pembayaran rekening listrik di bulan berikutnya,” tegas Jarman.
Saat ini, lanjutnya, Dirjen Ketenagalistrikan sedang mengupayakan penambahan mesin genset, yaitu di Moawo sebesar 2 mw, Idanoi 12 mw, dan Telukdalam 3 mw. Sedangkan instalasi bertenaga 6 mw di Idanoi diharapkan sudah beroperasi 23 Mei besok, dan 6 mw di Telukdalam diharapkan sebelum akhir Mei sudah beroperasi. Pada saat bertemu dengan para kepala daerah di Kepulauan Nias, dirinya juga sempat mengusulkan untuk membeli mesin-mesin genset milik PT. APR, paling tidak setengahnya. Namun hal itu memang sebatas wacana, mengingat pembelian semacam itu bukan wewenangnya.
Menjawab pertanyaan pengurus HIMNI mengenai janji pemerintah pusat dalam pertemuan dengan para anggota dewan di Gedung DPR RI beberapa waktu lalu, untuk mendatangkan mesin genset berdaya 25 mw yang hingga kini ternyata tidak ada realisasinya, Jarman berjanji akan segera mengeceknya.
Masalah lain yang juga dibahas dalam pertemuan tersebut adalah persoalan besarnya tagihan listrik yang dirasa tidak sesuai pemakaian. Pengurus HIMNI menyampaikan kepada Dirjen Ketenagalistrikan bahwa banyak warga Nias yang diresahkan dengan tagihan listrik yang tidak masuk akal, sehingga ada warga yang sampai membawa masalah ini ke pengadilan. Beberapa waktu lalu, seorang petugas pencatat meteran listrik di Kabupaten Nias Selatan bahkan sempat diancam akan dibunuh oleh warga yang kesal melihat tagihan listrik bulanannya.
“Kami harap ada perhatian dari Pak Dirjen, sebab ada tagihan yang mencapai 2 – 3 juta rupiah, padahal warga tersebut tidak punya AC, bahkan kulkas saja tidak punya. Malah ada yang harus bayar 40 juta. Boleh bapak cek ke pengadilan karena saat ini kasusnya sedang berjalan. Kami harap masyarakat jangan lagi dibohongi soal hitung-hitungan tagihan listrik,” ujar Amati Dachi, yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) HIMNI.
HIMNI berharap Dirjen Ketenagalistrikan dan pihak terkait lainnya dapat memantau kinerja para pimpinan PLN dan bawahannya, termasuk tenaga outsourching yang dipekerjakan oleh PLN, agar hal-hal semacam itu tidak terjadi lagi, karena indikasi mark-up semacam itu bukan sekali dua kali terjadi dan sangat merugikan masyarakat.
Di akhir perbincangan, HIMNI berharap informasi yang diperoleh dari pertemuan dengan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dapat mengurangi keresahan masyarakat Nias, dan sebaliknya Jarman berharap HIMNI dapat terus membantu dengan turut memberikan informasi terkini mengenai kondisi kelistrikan di Kepulauan Nias, baik yang disampaikan secara langsung maupun melalui surat. (Eka)