Suaranusantara.com- Sebuah pesan tak ternilai terukir dalam sebuah tugu prasasti di Nagari Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. “Koto Gadang kotanya kecil, tapi hatinya gadang (besar),” tercatat dari tangan Ir. Soekarno, Presiden RI pada 4 Juli 1948.
Lokasinya tepat di pertigaan jalan pusat Nagari Koto Gadang, menjadi testimoni luar biasa dari Proklamator dan presiden pertama Indonesia terhadap kampung kecil yang memiliki peran besar bagi negara yang baru merdeka.
Keistimewaan ini menjadi hal langka, bahkan mungkin menjadi satu-satunya kampung di pedesaan yang diakui oleh seorang tokoh sebesar Bung Karno.
Baca Juga: Prabowo Soal ‘Nasmu Etik’ Jubir AMIN: Kita Jadi Tahu Pak Prabowo Seperti Apa
Nagari Koto Gadang pada pandangan sekilas tak berbeda jauh dengan desa-desa kecil lainnya di Sumatera Barat atau daerah-daerah sekitarnya. Namun, di balik wajahnya yang sederhana, Koto Gadang memiliki keunikan tersendiri.
Sejak lama, kampung ini dijuluki sebagai “kampung otak” atau “kampung intelektual” di Minangkabau. Ini menjadi tempat kelahiran tokoh-tokoh besar yang tak hanya berpengaruh di tingkat regional, namun juga di level nasional dan internasional.
Ratusan tokoh dan pejabat terkemuka, mulai dari mantan perdana menteri, menteri luar negeri, hingga pelukis ternama, memiliki akar atau keterkaitan dengan Koto Gadang. Nagari ini merupakan salah satu dari 11 nagari di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam.
Baca Juga:Â IOS 17.3 Rilis, Ini Fitur Baru dan Perbaikan Bug yang Dibawa
Sejarah Nagari Koto Gadang dimulai pada akhir abad ke-17. Kaum leluhur dari Pariangan, Gunung Marapi, turun ke Bukit Kapanehan (Bukit Kepanasan) dan mendirikan pemukiman serta pertanian. Mereka mempertahankan tradisi dan mata pencaharian mereka, terutama dalam perajin emas dan perak yang terkenal di Minangkabau.
Masyarakat Koto Gadang terkenal akan perhatian tinggi terhadap pendidikan. Anak-anak mereka diajar di sekolah-sekolah modern Belanda dan mendapatkan pendidikan tinggi di berbagai tempat, bahkan hingga ke Belanda.
Namun, keberhasilan mereka dalam pendidikan membawa sebuah realita yang menyedihkan. Meskipun di masa lalu Nagari Koto Gadang terkenal dengan sarjana-sarjana yang melahirkan, saat ini kampung itu semakin sepi. Anak cucu mereka telah meniti karier sukses di tempat lain, dan hanya beberapa orang tua yang tinggal di sana.
Rumah-rumah megah kini mulai usang dan terbengkalai. Pintu dan jendela yang dahulu ramai kini jarang terbuka, hanya pada saat pemiliknya pulang sekali setahun saat hari raya.
Baca Juga:Â Presiden Jokowi Jelaskan Kehadiran Dasi Kuning dalam Konferensi Pers
Tugu prasasti ini, dengan pesan berharga dari Bung Karno, menjadi pengingat akan kebesaran hati dan warisan intelektual yang dimiliki oleh kampung kecil ini. Meskipun waktu telah membawa perubahan, kenangan dan arti penting Koto Gadang tetap tersimpan dalam sejarah yang tak terlupakan.(kml)
Discussion about this post