
Jakarta-SuaraNusantara
Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar (Kombes) Pol Krishna Murti, mengungkapkan ada jaringan mafia penipuan terhadap pihak yang sedang tersangkut hukum.
“Sindikat atau mafia ini bukan hanya memanfaatkan pihak berperkara di KPK, tetapi juga di lembaga hukum lainnya, yakni Kejaksaan dan Polri,” ujar Krishna di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat malam (22/7/2016).
Menurut Khrisna, mafia ini mengikuti perkembangan berbagai penanganan perkara di lembaga hukum. Kemudian mereka menghubungi pihak yang tengah tersangkut kasus dan menjanjikan bisa mengurus agar terhindar dari perkara tersebut.
Kasus terbaru, seorang anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gadungan bernama Harry (HRS) diringkus Ditreskrimum Polda Metro Jaya bekerjasama dengan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK pada Kamis (21/7/2016) malam.
Harry diamankan dalam sebuah operasi tangkap tangan yang digelar tim gabungan KPK dan Ditreskrimum Polda Metro di perumahan Pesona Kayangan, Depok, Jawa Barat, Kamis kemarin. Petugas menggeledah dan menemukan uang senilai Rp 25 juta rupiah, lima buah ponsel, dokumen, kartu pers anggota KPK (Koran Pemberantasan Korupsi), air softgun, printer, alat scanner, dan laptop.
Selain Harry, tim satuan tugas gabungan itu juga mengamankan pihak lain berinisial I dan IBM. Keduanya diketahui merupakan korban dari Harry, dan saat ini sudah ditetapkan sebagai saksi.
“Dari tiga itu, Harry sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dua lainnya masih berstatus saksi,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti saat konfrensi pers di kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat (22/7/2016) malam.
Modus yang dilakukan Harry adalah dengan mengaku mengetahui terbitnya surat perintah penyidikan untuk anggota DPRD Medan bernama Indra Alamsyah (IA), namun surat penyidikan itu belum ditandatangani pimpinan KPK. Ia mengatakan, bisa membatalkan turunnya sprindik itu karena dekat dengan pimpinan KPK, penyidik dan pejabat struktural, asalkan IA mau membayar Rp. 2,5 miliar.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers yang sama di KPK, Harry mengaku sering ketemu pimpinan KPK karena tinggal di daerah yang sama. Dia juga mengaku pimpinan KPK datang ke rumahnya ketika lebaran. IA sebelumnya diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terhadap anggota DPRD Sumatera Utara 1999-2014. (cipto)