Suaranusantara.com – Harga batu bara mengalami penurunan signifikan dan mencapai titik terendah dalam dua tahun terakhir.
Selama tujuh hari terakhir, harga batu bara terus mengalami penurunan, yang merupakan periode terpanjang sejak Mei 2022. Berdasarkan data Refinitiv, pada perdagangan Rabu (12/7/2023), harga batu bara kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle ditutup pada posisi US$ 128,05 per ton, mengalami penurunan sebesar 4,44%.
Penutupan tersebut merupakan yang terendah sejak 29 Juni 2021, di mana harga batu bara mencapai US$ 124,25 per ton.
Selama bulan Juli ini, harga batu bara telah mengalami penurunan selama tujuh hari berturut-turut, dengan total penurunan sebesar 17,09%. Sejak awal tahun, harga batu bara telah mengalami penurunan drastis sebesar 67%.
Harga batu bara yang mengalami penurunan signifikan disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk perlambatan ekonomi di China, proyeksi permintaan yang menurun dari India dan Eropa, serta penurunan harga gas alam.
China mengalami penurunan inflasi yang signifikan pada bulan Juni, yang membuat pasar khawatir tentang kemungkinan terjadinya deflasi.
Indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) China turun menjadi 0% pada Juni 2023 (year-on-year/yoy), dibandingkan dengan angka 0,2% pada bulan Mei sebelumnya.
Kekhawatiran akan terjadinya deflasi di China mengindikasikan perlambatan daya beli, yang pada gilirannya berdampak negatif pada harga batu bara.
Hal ini disebabkan oleh kehilangan momentum pemulihan ekonomi China setelah dilakukan pembukaan lockdown pada awal tahun.
Dampak penurunan permintaan, peningkatan produksi domestik, dan harga batu bara yang terus jatuh telah mengakibatkan melemahnya impor batu bara oleh China.
Harga batu bara thermal dengan kualitas 5.500 kilokalori di pelabuhan utara China telah mengalami penurunan sebesar 30% sepanjang tahun ini, menjadi sekitar CNY 850 atau sekitar US$ 117 per ton.
Proyeksi harga batu bara menunjukkan penurunan yang terus berlanjut, sehingga perusahaan tambang mulai meminta penghentian produksi. Jika produksi terus ditingkatkan sementara permintaan lemah, maka margin keuntungan perusahaan akan semakin tergerus.
Sebanyak 30 perusahaan tambang besar di China bahkan telah meminta pemerintah untuk mengizinkan mereka menyesuaikan produksi dan membatasi impor guna menjaga harga batu bara.
Namun, permintaan mereka mungkin sulit terpenuhi karena pemerintah China berupaya memastikan pasokan energi tetap terjaga. Sebagai catatan, China mengalami krisis energi pada tahun sebelumnya, sehingga pemerintah berusaha meningkatkan produksi batu bara tahun ini untuk mengantisipasi kemungkinan krisis serupa.(Dn)
Discussion about this post