
Jakarta-SuaraNusantara
Hingga Minggu, 1 Oktober 2017, ratusan senjata dan ribuan amunisi pesanan Polri masih tertahan di Bandara Soekarno Hatta. Foto-foto bergambar tumpukan peti senjata lantas beredar di media sosial dan memancing para haters untuk memposting tulisan bernada negatif terhadap institusi Polri.
Apalagi kedatangan senjata dan amunisi ini hampir berbarengan dengan isu senjata penghancur tank yang mencuat usai video rekaman polisi tengah latihan menggunakan senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL), beredar luas di jejaring media sosial. Rata-rata haters menuding Polri ingin menyaingi insitusi TNI atau ingin menggunakan alat tersebut untuk memerangi rakyat sipil.
Dari berita yang berhasil dihimpun, senjata dan amunisi tersebut tiba di Bandara Soekarno Hatta pada Jumat malam, 29 September 2017. Dibawa menggunakan pesawat sewa model Antonov AN-12 TB, dengan Maskapai Ukraine Air Alliance UKL-4024.
Pengirim tercatat beralamat di Arsenal JSCO 100 Rozova Dolina STR, 6100 Kazanlak, Bulgaria, dengan penerima Bendahara Pengeluaran Korps Brimob Polri Kesatriaan Amji Attak Kelapa Dua Cimanggis, Indonesia.
Senjata dan amunisi yang akan didistribusikan ke Korps Brimob ini terdiri dari Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter sebanyak 280 pucuk. Amunition castior 40mm, 40x 46mm round RLV-HEFJ dengan fragmentasi eksplosif tinggi Jump Grenade. Total ada 5.932 butir (71 boks) dengan berat 2.829 kg.
Sampai berita ini diturunkan, Polri masih menunggu keluarnya rekomendasi dari Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI untuk mengambil senjata dan amunisi tersebut.
“Nanti akan dicek oleh Bais terkait kesesuaiannya dengan manifes. Setelah itu, baru akan ada rekomendasi senjatanya bisa dikeluarkan,” ujar Komandan Korps Brigade Mobile Polri Inspektur Jenderal Polisi Murad Ismail, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu malam (30/9/2017).

Sebenarnya apakah Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) itu? Benarkah merupakan senjata penghancur tank? Dan apa tujuan Polri mengimpor senjata yang namanya terkesan menyeramkan tersebut?
Dilansir Arsenal Founded 1878, SAGL merupakan senjata peluncur granat dengan satu tembakan, senjata pendukung kuat yang digunakan untuk melumpuhkan target pada jarak hingga 400 meter. SAGL ini menggunakan peluru berukuran 40×46 mm.
SAGL memiliki popor teleskopik yang bisa dilipat. Saat menembak, harus dalam posisi siap tempur. Rail MIL-STD 1913 (Picatinny) terintegrasi pada setiap Launcher (pada posisi 12 jam) sebagai aksesori tambahan.
Mekanisme pemicunya adalah bertipe firing pin dan memiliki keamanan yang bisa menghalangi pergerakan pemicunya. Senjata berjenis peluncur granat ini dimaksudkan untuk menembakkan granat tipe M 406 dengan kecepatan rendah.
Sementara amunisi castior yang dibeli tergolong high explosive fragmentation jumpgrenade/HEFJ. Amunisi kaliber 40 ini memberikan tindakan efektif melawan pasukan musuh di medan terbuka atau di tempat penampungan ringan pada jarak 40 m sampai 400 m. Ini adalah granat tipe mandiri dan dilengkapi dengan distance-armed, self-destruction fuse.
Namun menurut keterangan Polri, senjata jenis Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) yang diimpor Polri, bukanlah senjata mematikan dan berbahaya.
“Ini senjatanya bukan untuk membunuh, tapi untuk efek kejut. Modelnya memang seram, tapi sebenarnya ini laras kecil. Kalau ditembakkan dengan kemiringan 45 derajat, paling jauh jatuhnya 100 meter,” kata Irjen Murad Ismail.
Menurut dia, senjata SAGL ini bisa digunakan untuk menembakkan berbagai jenis peluru sehingga tidak harus menggunakan peluru tajam yang bisa membunuh lawan.
“Pelurunya banyak, ada peluru karet, peluru hampa, peluru gas air mata, peluru asap, peluru tabur,” katanya.
Dia juga menjelaskan, pemesanan senjata dilakukan secara legal dan telah sesuai prosedur. “Apa yang kami impor telah sesuai dengan manifes. Saya yang tanda tangan untuk minta rekomendasi kepada Badan Intelijen Strategis TNI,” ujarnya.
Apalagi ini bukan pertama kalinya Polri mengimpor senjata jenis ini, melainkan sudah tiga kali, sehingga kedatangan senjata ini sebenarnya hal biasa saja.
“Ini bukan impor pertama, tapi sudah yang ketiga kali. Yang pertama 2015, dan kedua tahun 2016,” katanya.
Murad menjelaskan, senjata tersebut diperlukan Brimob guna menunjang pelaksanaan tugas Polri sekaligus bisa digunakan untuk membantu Tentara Nasional Indonesia (TNI) jika negara dalam keadaan perang.
Namun, Murad menegaskan pembelian senjata itu nantinya akan digunakan oleh Brimob sebagai senjata pengendali massa dalam kejadian huru hara atau unjuk rasa, mengingat dapat menggunakan peluru karet, gas air mata dan sebagainya. “Perlu saya tekankan bahwa senjata ini sebenarnya bukan untuk membunuh, tetapi untuk memberi efek kejut,” ujar Murad.
Keterangan Irjen Murad Ismail diamini Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto. Dirinya mengakui kepemilikan atas ratusan senjata dan ribuan amunisi impor yang berada di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.
“Senjata tersebut betul milik Polri. Itu barang yang sah,” kata Irjen Setyo di Mabes Polri Jakarta, Sabtu malam (30/9/2017).
Setyo pun memastikan bahwa Polri sudah mengkonfirmasi impor senjata tersebut kepada Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI.
Penulis: Yono D