Suaranusantara.com – Ajang balap Formula E 2023 telah rampung digelar pada 3-4 Juni 2023 lalu di Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) Ancol, Jakarta.
Sejatinya Formula E juga bermaksud sebagai promosi dan ajakan untuk menggunakan kendaraan listrik kepada masyarakat.
Anggota DPRD DKI Jakarta menilai, turnamen Formula E belum berpengaruh besar bagi masyarakat, terutama mendorong mereka untuk beralih menggunakan kendaraan bertenaga listrik.
“Saya kira itu terlalu sederhana, naif kalau berfikir Formula E memancing warga beralih ke (kendaraan-red) tenaga listrik,” ujar anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Justin Adrian dalam keterangan yang diterima, (14/6/2023).
Menurut Justin, Formula E juga punya harapan mengurangi tingkat polusi udara di Jakarta, namun, lanjut dia, upaya itu justru terkesan mengabaikan pembenahan lain yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Mulai dari memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH), pengaturan sanksi parkir liar hingga pembatasan kendaraan bermotor. Dan tidak lupa Pemprov juga harus konsisten dan serius menindak pelaku industri yang memproduksi polusi berlebih,” kata Justin yang merupakan anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta.
Selain itu, Justin menilai bahwa harga mobil listrik masih terlalu tinggi dikisaran Rp 250 juta. Angka tersebut dianggap cukup mahal bagi masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah.
Justin menuturkan bahwa jika Pemprov memang bertujuan ingin membudayakan kendaraan listrik, maka Pemprov dapat menempuh cara pemberian intensif untuk pemilik kendaraan listrik, seperti misalnya dengan pajak yang murah dan ada adanya intensif lainnya seperti tarif parkirnya jauh lebih murah.
“Tentu kami berharap Pemprov memiliki terobosan baru untuk mengurangi polusi udara di DKI Jakarta,” ucapnya.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang dirilis pada Senin (12/6/2023) lalu, terdapat 7 jenis bahan pencemaran atau polutan yang berhasil diteliti.
Sumber terbesar bahan pencemaran atau polutan SO2 (Sulfur dioksida) berasal dari sektor industri sebesar 61,96% atau 2,637 ton, lalu pembangkit listrik sebesar 25,16% atau 1,071 ton, dan disusul sektor transportasi 11,58% atau 493 ton.
Sedangkan untuk polutan NOx (Nitrogen oksida), CO (Karbon monoksida), PM10 (partikulat), PM2,5 (Partikulat matter), BC (Karbon Hitam), dan Non-methane volatile organic compounds (NMVOC) didominasi berasal dari sektor transportasi.
Sektor transportasi tersebut mendominasi dalam polutan NOx Sebanyak 72,4% atau 76.793 ton, polutan CO sebanyak 96,36% atau 28.371 ton, polutan PM10 sebanyak 57,99% atau 5.113 ton.
Polutan PM2,5 sebanyak 67,04% atau 5.257 ton, polutan BC sebanyak 84,48% atau 5.048 ton, dan polutan NMVOC sebanyak 98,5% atau 19.936 ton.
Selain sektor transportasi kendaraan, penyumbang polutan CO terbesar di Jakarta yakni pembangkit listrik sebanyak 1,76% atau 5.252 ton.
Lalu disusul sektor industri sebanyak 1,25% atau 3.738 ton, kemudian perumahan sebanyak 0,59% atau 1.774 ton, dan komersial sebanyak 0,03% atau 90 ton.(ADT)
Discussion about this post