Suaranusantara.com – Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus tertekan selama beberapa hari terakhir.
Menurut data Kontan, Senin (23/10/2023), nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 15.934 per dollar AS pada awal pekan ini atau mendekati Rp 16.000 per dollar AS.
Pelemahan rupiah terhadap dollar AS ini sudah berlangsung sejak Kamis (19/10/2023). Saat itu, nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,43 persen ke level Rp 15.798 per dollar AS.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rupiah melemah terhadap dollar AS.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, salah satunya adalah tekanan eksternal yang kuat, seperti isu geopolitik Ukraina dan Timur Tengah. S
elain itu, proyeksi perlambatan ekonomi China yang hanya tumbuh 4,7 persen-4,8 persen juga mempengaruhi.
“Padahal China adalah mitra dagang dan asal wisatawan mancanegara yang cukup penting bagi Indonesia,” ucap dia. Faktor internal seperti isu politik dalam negeri juga menambah ketidakpastian.
Dia menilai, penunjukan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto ini menimbulkan gesekan di masyarakat. “Pelaku pasar membaca sentimen Gibran sebagai sentimen yang negatif.
Jadi, ada sentimen yang menimbulkan sikap investor untuk risk off atau menjauhi portfolio di pasar domestik,” ujar dia. Akibatnya, modal asing keluar dari bursa saham secara terus-menerus.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan, pelemahan rupiah selama beberapa hari terakhir dipengaruhi oleh situasi global. Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, salah satu pemicu rupiah melemah adalah kondisi suku bunga acuan AS yang diperkirakan akan terus naik.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga menilai terjadi penguatan nilai dollar AS secara global. Menghadapi situasi tersebut, pemerintah tengah mempersiapkan kebijakan yang akan menyasar nilai tukar rupiah terjadap dollar AS, inflasi, maupun sektor riil.
“Kita semua tahu fenomena global saat ini dengan AS yang menghadapi inflasi yang cukup tertahan tinggi dan kondisi ekonomi yang cukup kuat. Mereka kemudian mengeluarkan signal,” ujarnya.
“Atau paling tidak dibaca market bahwa higher for longer itu akan terjadi. Dan ini yang sebabkan banyak capital flowing back to Amerika Serikat,” sambung Sri Mulyani.(Dn)
Discussion about this post