Suaranusantara.com- Wamendes PDTT Paiman Raharjo beberkan fakta atas tuduhan ke dirinya terkait mengkampanyek Gibran pada pilpres 2024 mendatang.
Paiman Raharjo mengaku jika dalam pertemuan relawan Sedulur Jokowi yang ia hadiri itu sebagai Ketua Umum bukan sebagai Wamendes PDTT.
Kata Paiman, pertemuan tersebut rapat rutin setiap 3 bulan sekali oleh relawan Sedulur Jokowi dan juga mendiskusika perkembangan poltiik jelang tahun 2024.
Merasa dirinya sebagai Wamendes PDTT, dalam video yang beredar itu Paiman sampaikan jika dirinya tidak terlibat jauh dalam persiapan kepanitiaan rakernas Sedulur Jokowi.
“Saya selaku Ketua Umum SJ memberikan arahan, bahwa saya selaku pejabat negara tidak boleh terlibat terlalu jauh, maka rapat menetapkan ketua SC Prof Bambang Saputra dan ketua OC bpk Agus Totok dan saya tidak terlibat dalam kepanitiaan tersebut” tulis Paiman dalam surat terbukanya pada Selasa 31 Oktober 2023.
Bahkan, dalam surat terbukanya itu, Paiman Raharjo sebut jika video yang beredar itu sengaja dibuat untuk merusak citranya hingga sebut-sebut nama Sandiaga Uno hingga Budi Arie.
“Mengapa menteri menteri dan wakil menteri yang terang-terangan hadir deklarasi dan mendukung capres-cawapres tertentu tidak diributkan, seperti pak Sandiaga Uno, pak Bahlil, pak Budiari, pak Mahfud yang masih aktif menteri, wakil menteri agama, dan menteri menteri lain dari partai tertentu yang banyak terang-terangan mendukung capres-cawapres tertentu, padahal ngak cuti dan masih aktif sebagai menteri atau wamen” ucap dia
Lantas, bagaimana sebenarnya peraturan UU mengenai pejabat negara yang turut kampanye pada pemilu ?
Dalam UU no 7 Tahun 2017 tentang Pemilu membatasi setiap orang dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye.
Berikut adalah penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melarang tim kampanye pasangan capres-cawapres mengikutsertakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) hingga komisaris serta direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau BUMD dalam kegiatan kampanye Pilpres 2024.
Hal ini diatur dalam UU Pemilu Pasal 280 ayat (2) huruf a,d dan e yang berbunyi sebagai berikut.
“Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi,”
“d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah.”
“e. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang, menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural.”
Melihat aturan tersebut jelas Hakim MK komisaris BUMN/BUMD, dan pejabat negara juga dilarang menjadi pelaksana maupun tim sukses kampanye paslon tertentu.
Aturan ini pun berlaku bagi ketua, wakil ketua, dan anggota BPK; gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur BI.
Kemudian pejabat negara yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural; ASN; anggota TNI/Polri; kepala desa; perangkat desa; hingga anggota badan permusyawaratan desa.
Mengenai aturan hukuman atau denda
ini diatur dalam Pasal 280 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut.
“(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye Pemilu.”
Bila tim kampanye capres tertentu melanggar lantaran masih melibatkan pihak-pihak tersebut, maka mereka dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara selama setahun dan denda Rp12 juta.
“Setiap pelaksana dan/atau tim kampanye pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah),” bunyi Pasal 493.
Seperti diketahui sampai Saat ini Paiman Raharjo menjabat sebagai Wamendes PDTT, Komisaris Independen PGN dan juga Rektor Universitas Prof Dr Moestopo.(red)
Discussion about this post