Suaranusantara.com- Raffi Ahmad pejabat Utusan Khusus Presiden Bidang Pembina Generasi Muda dan Pekerja Seni kini menuai sorotan.
Bukan karena prestasinya, tapi dikarenakan hebohnya mobil RI 36 milik Raffi Ahmad yang mendapat pengawalan dari polisi patwal, namun dinilai melanggar aturan.
Sebab, polisi patwal yang mengawal mobil Lexus warna hitam berplat nomor RI 36 milik Raffi Ahmad itu melakukan tindakan arogan.
Di mana polisi patwal itu menunjuk-nunjuk sebuah mobil taksi berwarna hitam saat tengah melintasi jalan.
Raffi mengaku bahwa memang mobil RI 36 itu miliknya, namun dia tengah tak berada dalam kendaraan mewah yang nilai sekitar Rp.3 miliaran.
Raffi mengaku tengah mengikuti rapat dan mobil RI 36 hanya membawa berkas saja.
“Saya membenarkan bahwa mobil tersebut adalah mobil saya; Raffi Ahmad, tapi saat itu saya tidak ada di mobil, karena mobil dalam perjalanan menjemput saya; sebelumnya mengambil beberapa berkas penting, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke rapat selanjutnya,” ungkapnya dikutip pada Kamis 16 Januari 2025.
Seorang mantan Duta Besar RI untuk Polandia, Peter Gontha ikut bereaksi keras.
Peter Gontha menilai Raffi Ahmad berbohong dengan mengaku tidak berada di dalam mobil RI 36 itu.
“Raffi janganlah bohong, enggak baik, lagian Anda masih muda dan mempunyai masa depan yang baik, demikian juga di dalam politik, tapi kalau sudah bohong nanti akan ke bawa terus, orang gak akan lupa,” tulisnya.
Peter Gontha mengatakan mobil kosong tidak mungkin ada pengawalan.
“Mobil kosong tidak ada pengawalan semua itu tau dan semua tau acara kamu kok dari pusat mau ke selatan. Ya sudahlah pelajaran ya,” sambung Peter Gontha.
Roy Suryo selaku pakar telematika menanggapi hal tersebut, apabila pernyataan Peter Gontha terbukti benar Raffi bohong, maka tak patut menyandang jabatan Utusan Khusus Presiden.
Bila terbukti berbohong maka Raffi diberikan sanksi pemberhentian atau dengan sadar diri mundur dari kursi jabatannya. Sebab, kesalahan yang cukup fatal untuk ukuran pejabat negara.
“Kesalahan RA ini– jika benar tuduhan PFG tersebut– menjadi serius dan tidak patut jika dia tetap memegang seorang Utusan Khusus dari orang nomor satu di Indonesia, Bapak Prabowo Subianto,” tutur Roy Suryo.
Roy mengatakan seorang pejabat harusnya meletakan kejujuran setara dengan etika dan moral.
“Karena kejujuran itu harus diletakkan setara dengan nilai etika dan moral, alias jangan sekedar mencari-cari pembenaran dalam aturan hukum tertulis semata,” lanjutnya.
Discussion about this post