Sejak diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Mardiyanto pada tanggal 29 Oktober 2008, Kota Gunungsitoli yang merupakan daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Nias, terus berkembang di berbagai sektor kehidupan, terutama di bidang infrastrutur, pertanian, perikanan, pendidikan dan kesehatan.
Di bidang infrastruktur misalnya, Bandar Udara Binaka yang baru beberapa tahun dibuka siap menjadi gerbang utama untuk memasuki Kota Gunungsitoli. Sementara lewat jalur laut, Pelabuhan Gunungsitoli dengan panjang dermaga 86 meter, lebar 20 meter dan kedalaman laut 100 meter, siap menjalankan fungsi serupa dalam menyambut siapa saja yang ingin berkunjung ke sana.
Selepas dari bandara atau pelabuhan, hamparan jalan negara dengan panjang 2,46 KM, jalan provinsi 31,5 KM, dan jalan kota dengan kualitas hotmix dan lapen sepanjang 440,85 KM menjadi akses selanjutnya. Untuk urusan transportasi dalam kota, tersedia Terminal Faekhu di Kecamatan Gunungsitoli Selatan dan Terminal Gamo di Kecamatan Gunungsitoli.
Semua kemajuan tersebut tentu tak lepas dari peran Wali Kota Gunungsitoli, Drs. Martinus Lase, M.SP. Pria kelahiran Gunungsitoli, 26 September 1957 ini, tak pernah henti bekerja memajukan Kota Gunungsitoli. “Memang masih banyak hal yang belum sempurna. Namun tidak menjadi penghalang bagi kami untuk terus memperbaikinya,†ujar Martinus.
Kerja keras menjadi kunci sukses bagi siapapun untuk maju. Prinsip tersebut dipegang teguh oleh pengagum John F. Kennedy ini. Martinus pun selalu teringat ungkapan yang pernah diucapkan oleh Kennedy: “Jangan tanya apa yang diberikan negara kepadamu. Tapi tanyakan apa yang kau berikan untuk negara.â€
Ungkapan legendaris dari sosok yang dianggap mementingkan negara dan bangsa dibanding kepentingan pribadi dan kelompok itu selalu mengilhami Martinus untuk terus bekerja keras dengan ikhlas demi kemajuan Gunungsitoli. “Jabatan merupakan tugas dan amanah yang diberikan rakyat. Jadi kami selalu berusaha sekuat tenaga mencurahkan semua pikiran dan keringat demi Kota Gunungsitoli yang kita cintai ini,†tuturnya.
Jerih payah Martinus bersama seluruh jajarannya bisa dikatakan telah berbuah manis. Di bidang pendidikan dan kesehatan, jumlah bangunan sekolah permanen mulai dari tingkat TK, SD, SMP hingga tingkat SMA/SMK nyaris mencapai lonjakan angka seratus persen, bandingkan dengan sebelumnya dimana gedung sekolah bisa dihitung dengan jari.
Lalu sudah terdapat enam unit puskesmas yang terdiri dari puskesmas rawat inap dan rawat jalan, sehingga warga di enam kecamatan tidak perlu ke pusat kota untuk mendapat pelayanan kesehatan. Bahkan, sejumlah puskesmas juga dibantu oleh keberadaan Pustu atau Poskesdes di sejumlah desa untuk memperluas pelayanan di bidang kesehatan. Tercatat jumlah tenaga ahli kesehatan di Kota Gunungsitoli terdiri dari 2 dokter spesialis, 6 dokter umum, 1 dokter gigi, 157 perawat, 116 bidan, 3 analis kesehatan dan 1 orang ahli kesehatan lingkungan. Semua itu semakin lengkap dengan adanya program kerjasama Pemerintah Kota Gunungsitoli dengan BPJS Kesehatan untuk menciptakan Kartu Jamkesda bagi masyarakat.
Pada bidang pertanian dan perikanan, Kota Gunungsitoli kini memiliki infrastruktur irigasi di Desa Humene yang mengairi persawahan seluas 800 hektar (ha) dan irigasi Desa Afia Bouso dengan luas sawah seluas 900 ha. Lalu infrastruktur perikanan terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT). Tak hanya itu, pembangunan pelayanan air bersih yang meliputi perpipaan, kran umum, hidran umum dan broncaptering juga turut mewarnai kebijakan strategis Pemerintah Kota Gunungsitoli periode 2011-2016 ini.
Sebagai pusat berbagai kepentingan dan tujuan semua orang di Kepulauan Nias maupun dari luar daerah, Kota Gunungsitoli tak lupa melengkapi diri dengan fasilitas perhotelan, hiburan, serta sarana dan prasarana kepariwisataan, ditambah penambahan jumlah pasar dan pertokoan yang pada akhirnya turut berdampak positif bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Terbukti pendapatan perkapita penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun.
“Secara bertahap, juga akan dibangun industri pengolahan berbasis sumber daya lokal, sebagai upaya meningkatkan nilai tambah produk-produk pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan serta pengembangan industri rumah tangga,†ujar Martinus.
Namun Martinus mengakui jika upaya mewujudkan Kota Gunungsitoli menjadi Kota “Samaeri†bukan hal yang mudah. Sejumlah keterbatasan seperti terbatasnya kapasitas pendanaan akibat minimnya dana perimbangan dari pusat dan belum optimalnya sumber-sumber pendapatan asli daerah, menjadi batu sandungan bagi seluruh jajarannya.
Kendala lain, rendahnya kualitas SDM serta kurangnya partisipasi sebagian masyarakat khususnya dalam urusan pembebasan lahan, menjadi masalah tersendiri yang dapat menghambat laju pembangunan, ditambah rongrongan dari pihak-pihak yang terus melakukan penzoliman dan kritikan tidak sehat selama masa kepemimpinannya.
“Namun saya tidak mau menyerah dengan tantangan dan hambatan tersebut. Saya juga enggan membalas orang yang berbuat zolim, saya lebih senang mengalah, apalagi sejujurnya saya termasuk orang yang susah untuk marah,†ujarnya.
Bermain bola dari getah karet
Martinus mengaku lebih senang tampil apa adanya, sebagai Martinus yang hobi membaca buku dan bermain gitar di waktu senggang sambil menyanyikan lagu-lagu Broery Marantika dan John Lennon, ketimbang menonjolkan ego sebagai penguasa. Padahal, selama empat tahun memimpin, dirinya berhasil membawa Kota Gunungsitoli mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) tiga kali berturut-turut dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mendapat dua kali Raskin Awards atas hasil tertib adminitrasi penyaluran Raskin, serta predikat daerah otonom baru terbaik.
Sederhana dan bersahaja. Memang itulah ciri yang menonjol dari kepribadian Drs. Martinus Lase, M.SP. Berasal dari keluarga sederhana, ayahnya, (alm) D. Lase, seorang anggota TNI dengan pangkat terakhir Mayor. Sedangkan ibunya, (almh) Natia Telaumbanua, seorang ibu rumah tangga biasa.
Menghabiskan masa kecil di Desa Tumula Alasa, Martinus mengisi hari-harinya dengan bermain bola dari getah pohon karet. Tak jarang, dia memancing ikan di sungai, dan hasil tangkapannya dijadikan lauk untuk makan sekeluarga.
Nilai-nilai kedisiplinan, kerja keras dan berserah diri kepada Tuhan ditanamkan dalam dirinya sejak kecil. Setiap hari bangun tidur jam 5 pagi lalu melakukan ibadah doa bersama keluarga menjadi sarapan sehari-hari yang harus dia santap semasa bocah dulu. Tapi semua itu kini berbuah manis. Martinus tumbuh sebagai sosok pribadi yang senang bekerja keras, tangguh dan tahan mental dalam menghadapi beragam tantangan.
Sejak menjadi Kepala Cabang Dinas LLAJ Nias di Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1993, karirnya terus menanjak. Tercatat ayah tiga anak ini pernah menjabat sebagai Kepala UPT UPPKB Wilayah III Rantau Prapat, Wakil Kepala Badan Investasi dan Promosi Sumatera Utara, dan Staf Ahli Gubernur Sumatera Utara. Pada tahun 2009, Martinus dipercaya menjadi Pj. Wali Kota Gunungsitoli, hingga akhirnya resmi menjadi Wali Kota Gunungsitoli setelah memenangkan Pilkada pada 2011 silam.
Dari kerja keras bersama seluruh jajarannya, Kota Gunungsitoli yang memiliki luas wilayah kota ± 469,36 KM, terdiri dari 6 kecamatan, 98 desa dan 3 kelurahan, kini semakin maju berkembang. Bahkan kerukunan etnis dan toleransi umat beragama di sana dapat menjadi contoh tauladan bagi masyarakat untuk selalu membuka mata bahwa kita memang hidup dalam bingkai yang sama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. (tim)