Lebak – Revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dinilai bakal mengancam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Koordinator Komunitas Peduli Antikorupsi Kabupaten Lebak (Kompak) Imam Nurhakim mengatakan, keberadaan Dewan Pengawas bakal menghambat ruang gerak KPK lantaran harus mendapat izin tertulis sebelum menyadap, menggeledah dan melakukan penyitaan.
“Berpotensi bocor dan berjalan lambat,” kata Imam, Jum’at (20/9/2019).
Menurut Imam, penyidik KPK hanya dibolehkan dari kepolisian, kejaksaan dan penyidik pegawai negeri sipil sehingga tidak memungkinkan untuk adanya penyidik independent dari KPK.
“Kami tahu selama ini persoalan pemberantasan korupsi menggantungkan kepada penyidik yang independent dan berintegritas, oleh karenanya penyidik yang diangkat sendiri oleh KPK menjadi penting,” sebut Imam.
Kemudian terkait penuntutan yang harus berkordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang secara independen seharusnya penuntutan dilakukan KPK.
“Bahasa koordinasi ini akan menjadikan proses yang berbelit, lamban dan berpeluang untuk diintervensi,” ucapnya.
Imam mengatakan, hilangnya kriteria penanganan kasus yang meresahkan publik pemberantasan kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi dalam RUU dilakukan dengan menghilangkan kewenangan untuk menangani kasus yang meresahkan publik.
“Ini akan menyulitkan penangan suap bagi KPK di mana saat ini masih marak terjadi. Selama ini masih banyak kasus-kasus yang dikembangkan oleh KPK berdasarkan pengaduan publik,” terang Imam.(and)
Discussion about this post