Suaranusantara.com- Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkap rencana Indonesia terkait tarif Trump.
Kata Airlangga, Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya berencana lebih mengutamakan negosiasi terkait tarif Trump.
Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya tidak ingin mengambil langkah balasan atau retaliasi atas pengenaan tarif Trump yang akan mulai berlaku pada besok Rabu 9 April 2025.
Adapun Indonesia dikenai tarif Trump sebesar 32 persen. Hal itu diumumkan langsung oleh Trump pada Rabu 2 April 2025 lalu langsung dari Gedung Putih.
“ASEAN akan mengutamakan negosiasi jadi ASEAN tidak mengambil langkah retaliasi, tetapi Indonesia dan Malaysia akan mendorong yang namanya trade investment TIFA (Trade and Investment Framework Agreement),” kata Airlangga di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin 7 April 2025.
Kata Airlangga, langkah ini selaras dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto tidak lama setelah pengumuman tarif baru tersebut.
Pemerintah Indonesia juga terus menjalin komunikasi intens dengan pemerintah AS, salah satunya melalui US Trade Representative (USTR).
“Dalam waktu dekat USTR menunggu proposal konkret dari Indonesia dan tentu hari ini kami selalu berkomunikasi dengan Bapak Presiden (Prabowo),” ujarnya.
Airlangga dalam kesempatan itu engaku telah menjalin komunikasi dengan Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim untuk membahas langkah negara-negara ASEAN menyikapi kebijakan baru ini.
Rencananya, menteri perdagangan negara-negara ASEAN mengadakan pertemuan bersama pada 10 April untuk membahas kesepakatan bersama.
“Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN. Menteri perdagangan, saya juga berkomunikasi selain Malaysia juga dengan PM Singapura dengan Kamboja dan yang lain untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN,” kata dia.
Airlangga menilai, sejumlah negara di ASEAN sama seperti Indonesia dikenakan tarif resiprokal atau timbal balik yang tinggi oleh Trump.
Untuk Indonesia, per 5 April AS mulai menerapkan 10% tarif, lalu mulai 9 April berlaku tambahan resiprokal 32%.
Salah satu alasan yang membuat Indonesia terkena tarif cukup tinggi ialah karena neraca perdagangan AS mengalami defisit US$ 18 miliar.
Harapannya, tawaran kemudahan impor hingga potensi penurunan bea masuk dan berbagai pungutan pajak dapat mendorong hasil negosiasi ke arah positif.
Discussion about this post