Suaranusantara.com- Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto pada hari ini Jumat 21 Maret 2025 kembali menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dalam sidang kali ini, Hasto Kristiyanto mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan yang sebelumnya dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat 14 Maret 2025 lalu.
Dalam eksepsinya, Hasto Kristiyanto menyebutkan bahwa KPK telah memaksakan proses P-21. KPK, kata Hasto telah mengabaikan hak terdakwa.
“Proses P-21 yang dilakukan KPK sangat dipaksakan dan melanggar hak saya sebagai terdakwa untuk didengarkan saksi-saksi yang meringankan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan dan due process of law,” tegas Hasto dalam eksepsi yang dibacakan di pengadilan, Jumat 21 Maret 2025.
Hasto pun menjelaskan bahwa dalam proses P-21 oleh KPK dilakukan dalam keadaan dirinya sedang sakit.
“Sejak 2 Maret 2025, saya menderita radang tenggorokan dan kram perut. Pada 6 Maret 2025, saya membuat surat pernyataan tidak bisa memenuhi panggilan KPK karena sakit. Namun, hal tersebut tetap dipaksakan oleh KPK,” ujarnya.
Selain itu, Hasto juga menjelaskan proses P-21 yang dilakukan KPK juga tanpa memeriksa saksi-saksi meringankan yang telah diajukan oleh penasihat hukumnya.
“Surat permohonan untuk memeriksa saksi-saksi meringankan telah disampaikan oleh penasihat hukum saya ke pimpinan KPK pada 4 Maret 2024. Namun, penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, menjawab bahwa mereka belum menerima disposisi dari pimpinan KPK,” kata Hasto.
Hasto menegaskan bahwa hak terdakwa untuk didengarkan saksi-saksi meringankan merupakan prinsip dasar dalam proses peradilan yang adil.
Kata Hasto, KPK telah melanggar hak terdakwa dengan memaksakan proses P-21.
“Hak untuk didengarkan saksi-saksi meringankan adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. KPK telah melanggar hak ini dengan memaksakan proses P-21 tanpa memeriksa saksi-saksi meringankan,” ujarnya.
Ia juga mengutip Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa saksi meringankan wajib dihadirkan dalam proses pemeriksaan. “KPK telah melanggar KUHAP dengan mengabaikan saksi-saksi meringankan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan,” tegas Hasto.
Hasto menyoroti dampak dari proses P-21 yang tidak adil terhadap konstruksi surat dakwaan.
“Proses P-21 yang dipaksakan ini menyebabkan surat dakwaan banyak mengandung hal-hal yang merugikan saya. Fakta-fakta hukum versi KPK berbeda dengan fakta-fakta persidangan sebelumnya yang sudah inkracht,” ujarnya.
Dalam eksepsinya Hasto juga menambahkan, proses P-21 yang dipaksakan juga menyebabkan gugurnya gugatan praperadilan yang diajukan oleh penasihat hukumnya.
“Proses P-21 yang dipercepat ini menyebabkan gugatan praperadilan kami gugur. KPK tidak menghormati lembaga peradilan dan hak-hak saya sebagai terdakwa,” kata Hasto.
Hasto pun meminta majelis hakim untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh KPK.
“Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh KPK karena proses P-21 yang dipaksakan dan melanggar hak saya sebagai terdakwa,” ujarnya.
Selain itu, Hasto juga meminta agar hak-haknya dipulihkan dan seluruh barang bukti yang disita oleh KPK dikembalikan.
“Saya yakin majelis hakim akan mengambil keputusan yang adil dan berdasarkan hukum, bukan berdasarkan tekanan atau kepentingan politik,” tegasnya.
Discussion about this post