Suaranusantara.com- Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Tambang (KSST) mengapresiasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah meningkatkan status ke tahap penyelidikan dalam pengusutan dugaan korupsi lelang saham PT. Gunung Bara Utama (PT. GBU) asset milik terpidana kasus rasuah Jiwasraya, Heru Hidayat, yang merugikan negara Rp. 9,7 Triliun, yang diduga melibatkan Jampidsus Febrie Adriansyah.
“Hal ini mengkonfirmasi KPK sudah memiliki alat bukti lebih dari cukup,“ ujar Ronald Loblobly, Koordinator KSST usai bertemu penyidik KPK di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta, bersama-sama Sugeng Teguh Santoso, SH, Ketua IPW pada Selasa 6 Mei 2025.
Menurut Ronald Loblobly, dugaan korupsi lelang PT. GBU berlangsung dengan sangat vulgar, sehingga pembuktiannya tidaklah terlalu sulit.
Nilai keekonomian 1 (satu) paket saham PT. GBU sebesar Rp.12,5 Triliun itu dilelang hanya dengan nilai sebesar Rp.1,945 Triliun, melalui proses yang penuh rekayasa.
Publik dan negara ditipu seolah-olah pelaksanaan dua kali lelang tidak ada peminatnya. Hal ini sebagai modus kejahatan untuk memberi legitimasi praktek merendahkan nilai limit lelang (mark down).
Lelang pertama tanggal 21 Desember 2022 harga limit telah di-mark down dari Rp.12,5 Triliun, menjadi sebesar Rp. 3,488 Triliun. Diduga lelang memang di-setting untuk gagal, dengan dalih tidak ada peminatnya.
Selanjutnya dilaksanakan lelang ulang, dengan harga limit kembali di-mark down menjadi sebesar Rp. 1,945 Triliun, dengan di-setting peserta lelang tunggal, yakni hanya PT. Indobara Utama Mandiri yang menyampaikan penawaran.
Pada tanggal 8 Juni 2023, Kejagung RI mengumumkan PT. Indobara Utama Mandiri sebagai Pemenang Lelang 1 (satu) paket saham PT. GBU, dengan harga sesuai limit harga lelang yakni sebesar sebesar Rp. 1,945 Triliun dengan pembiyaan diketahui bersumber pinjaman dari lembaga perbankan milik BUMN dalam hal ini PT. Bank BNI Tbk Cabang Menteng, dengan nilai pagu kredit sebesar Rp. 2,4 Triliun.
PT. GBU memiliki cadangan resources 372 juta MT, dengan total reserves sebanyak 101.88 juta MT yang didukung fasilitas infra struktur hauling road, berdasarkan Laporan Keuangan, Audited KAP Anwar & Rekan per-31 Desember 2018 bernilai Rp. 1,770 Triliun.
Nilai fasilitas pertambangan dan infra struktur bertambah besar, lantaran pada tanggal 5 Juli 2019, Adaro Capital Limited memberikan pinjaman dana sebesar Usd 100 juta dan/atau setara Rp. 1,4 Triliun kepada PT. GBU melalui PT. Trada Alam Mineral Tbk (TRAM) untuk membangun jalan hauling dari PT. GBU menuju wilayah kerja tambang milik Adaro Group.
Sebagai pembanding, PT. Indika Energy Tbk melepas 100% saham anak usahanya PT. Tambangjaya Utama (PT. MTU) terjual seharga usd 218 juta atau setara Rp. 3,4 Triliun.
Padahal Total Reserves PT. MTU hanya sebanyak 25 juta MT, dengan kalori relatif sama dengan PT. Gunung Bara Utama. Dengan demikian adalah tidak logis apabila didalilkan PT. Gunung Bara Utama yang memiliki Total Reserves sebanyak 100 juta MT dengan kualitas infra struktur jauh lebih baik dari PT. MTU hanya laku Rp. 1,945 Triliun.
PT. Indobara Utama Mandiri diduga sengaja didirikan untuk dipersiapkan sebagai pemenang lelang PT. GBU pada tanggal 09 Desember 2022 oleh Andrew Hidayat, mantan Terpidana kasus korupsi suap — pemilik PT. MMS Group Indonesia — pemegang saham perusahaan tambang batubara PT. Multi Harapan Utama — dan PT. Indotama Semesta Manunggal.
Sepuluh hari setelah didirikan yakni pada tanggal 19 Desember 2022, dilaksanakanlah Penjelasan Lelang (aanwijzing) Lelang Barang Rampasan dan Sita Eksekusi Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang atas nama Terpidana Heru Hidayat di Aula Kejaksaaan Tinggi Prov. Kalimantan Timur.
Selanjutnya, Andrew Hidayat menunjuk sejumlah nominee atau boneka yang tidak memenuhi kualifikasi dari aspek Personality dan Party untuk duduk selaku direksi, komisaris, pemegang saham di perseroan dengan diatasnamakan PT. MPN dan PT. SSH.
Nominee VN, yang menjabat sebagai pemegang saham 99,9% PT. MPN dan PT. SSH misalnya, berdasarkan Laporan Pajak Pribadi tahun 2022, hanya memiliki harta kekayaan sebesar Rp. 137 juta, dan mempunyai hutang kredit sebuah sepeda motor seharga Rp. 20 juta.
VN memiliki hubungan dekat dengan Andrew Hidayat. Ayah VN bernama RN puluhan tahun berkerja sebagai Satpam pada keluarga Andrew Hidayat.
Pada tahun 2015, VN tercatat menjadi nominee Andrew Hidayat dalam skandal Panama Papers, sebagaimana list pada urutan nomor 975. Andrew Hidayat, YS, BSS bersama-sama RBT dan HM, tersangka korupsi Tata Niaga Timah adalah pemilik PT. MHU.
Appraisal Diduga Fiktif
Agar mekanisme penetapan nilai limit lelang terkesan sesuai regulasi, digunakan appraisal dari 2 (dua) Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yakni KJPP Syarif Endang & Rekan dan KJPP Tri Santi & Rekan, yang ternyata “fiktip. KJPP Tri Santi & Rekan tidak memiliki kapabilitas dan pengalaman dalam membuat appraisal tambang.
Hal ini tergambar dari rekaman jejak data klien KJPP Tri Santi & Rekan sepanjang tahun 2023-2024, tidak satu pun yang terkait dengan tambang.
KJPP ini hanya berpengalaman membuat appraisal perusahaan perdagangan umum seperti antara lain PT. Indotruck Utama, Indojaya Tata Lestari, PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk, PT. Wahana Rejeki Mobilindo Cire, PT. Indomatsumoto Press & Dies Industri, PT. Rodamas Makmur Motor. Malahan apabila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, KJPP Tri Santi & Rekan diduga tidak memiliki kewenangan untuk membuat appraisal tambang.
“KPK harus menelisik siapa sebenarnya yang memesan KJPP Tri Santi & Rekan yang tidak memiliki kapabilitas tersebut untuk membuat appraisal saham PT. GBU, yang bergerak dalam bidang pertambangan batubara“ tukas Sugeng Teguh Santoso, SH.
Penilaian atas barang lelang, diduga tidak mengacu pada ketentuan Pasal 47 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, dan pasal 21 Vendu Reglement Staatsblad tahun 1908 No. 189 dimana harus dibuat oleh penilai independent (independent appraisal), denga berpedoman menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI), dan mengenai dasar penilaian adalah mengacu pada nilai pasar, yang mengacu pada Perlakuan Akutansi Aset Eksplorasi dan Evaluasi menurut Pernyataan Standar Akutansi Keuangan dan International Financial Reporting Standart (IFRS).
Sesuai ketentuan Pasal 47 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, harga limit barang lelang ditentukan oleh penjual dalam hal ini Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI, Syaifudin Tagamal, yang harus mendapat persetujuan dari Jampidsus Febrie Adriansyah, yang merupakan orang yang bertanggungjawab yang memenuhi unsur barang siapa yang melakukan dugaan tindak pidana, selain pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DKJN) dan/atau Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Samarinda apabila ternyata dikemudian hari ternyata terdapat tindak pidana korupsi dalam lelang tersebut.
“Jampidsus Febrie Adriansyah tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab dengan membangun dalih, bahwa lelang merupakan kewenangan PPA Kejagung RI. Sebab, Febrie Adriansyah sudah melakukan penyidikan kasus korupsi Jiwasraya secara mendalam sejak menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung.
“Sehingga telah memahami nilai keekonomian tambang batubara PT. GBU sebenarnyan berkisar lebih dari Rp.12 Triliun. KPK perlu mendalami dugaan adanya hubungan istimewa tertentu antara Jampidsus Febrie Adransyah dengan pengusaha Andrew Hidayat dalam kasus ini, yang ujungnya terafiliasi dengan kelompok perusahaan Adaro milik Boy Tohir” ujarnya.
Terlebih-lebih usai tambang batubara PT. GBU jatuh ke tangan kelompok Adaro Group, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus Kejagung RI diketahui telah menaikan status penyelidikan ke tahap penyidikan dugaan korupsi Tata Kelola Tambang Batubara terhadap perusahaan tambang batubara, yang terletak di Kutai Barat termasuk yang ada di sekitar konsesi PT. Gunung Bara Utama, yakni (1) PT. Manoor Bulatn Lestari, (2) PT. Energi Batu Hitam, (3) PT. Sumber Bara Jaya, (4) PT. Bumi Enggang Khatulistiwa, (5) PT. Farhan Fadilah Lestari, (6) PT. Jatra Mitra Usaha.
Namun kegiatan penyidikan tersebut tidak ada tindak lanjut, diduga disimpangkan untuk kepentingan perluasan Kawasan penambangan PT. GBU.
PPA Kejagung dan Jampidsus Kejaksaan Agung RI dinilai gegabah menyerahkan Barang milik negara berupa batubara yang masih berada dalam perut bumi dan iup untuk diberikan kepada PT. Indobara Utama Mandiri, perusahaan yang tidak memiliki kapasitas, karena baru lahir enam bulan sebelum lelang.
Serta tidak memenuhi syarat-syarat dari aspek teknis, administrative, finansial, lingkungan. Terlebih-lebih terdapat fakta PT. Indobara Utama Mandiri membayar lelang menggunakan uang negara dan/atau BUMN dalam hal ini PT. Bank BNI (Persero) Tbk.
PT. GBU Diminat Adaro Group
Kelompok Adaro Group sangat berkepentingan untuk bermitra atau “mencaplok” PT. GBU dibalik peminjaman dana 100 juta USD. Lantaran memiliki potential target membawa batubara melewati jalan hauling PT. GBU sebanyak 600.000.000 MT, batubara yang bersumber dari: PT. Maruwai Coal, PT. Laung Tuhup Coal, PT. Jangkat Jaya, PT. Panca Prima Mining, dan PT. Bumi Artha Kutai Jaya. Nilai total pembiayaan fasilitas pertambangan dan infra struktur milik PT. GBU adalah sebesar Rp. 3,170 Triliun.
Kapasitas PT. GBU dalam bisnis logistik tambang dan/atau Hauling Road sepanjang 64 Km dapat dilalui Double Trailer 160 T, mampu mencapai sebanyak 20.000.000 MT per tahun. Antara lain batubara yang berasal dari PT. GBU (PT. Delta Samudra, PT. Berkat Bara Jaya d/h PT. Cipta Wahana Artha, dan PT. Batu Kaya Energi).
Lalu batubara berasal dari konsesi PT. Manoor Bulatn Lestari, PT. Citra Dayak Indah, dan PT. Firman Ketaung Perkasa.
Dengan asumsi jumlah batubara perusahan-perusahaan yang memakai fasilitas pertambangan dan infra struktur da/atau Hauling Road sepanjang 64 Km dan Jetty sebanyak 20 juta MT, dengan tarif fee sebesar Rp. 123.000.- per MT maka secara bisnis PT. GBU berpotensi mampu mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp. 2,460 Triliun. Merujuk pada fakta ini tidak logis apabila didalilkan Kejaksaan lelang saham PT. GBU tidak ada peminatnya.
Berdasarkan Total Reserves ditambah pendapatan hasil bisnis infrastruktur dan logistik tambang, nilai limit harga lelang 1 (satu) paket saham PT. GBU yang memiliki modal dasar Rp. 6,5 Triliun itu sesuai harga pasar sedikitnya berkisar sebesar Rp.12,5 Triliun.
Sedangkan Kajari Kabupaten Kutai Barat, Bayu Pramesti saat melakukan penyitaan asset di lapangan pada tanggal 15 Mei 2023 menyebutkan nilai aset PT. GBU sebesar Rp. 10 Triliun.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut cukup alasan menurut hukum terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau persekongkolan jahat dan/atau permufakatan jahat untuk menjadikan PT. Indobara Utama Mandiri, sebagai pemenang lelang, yang merugikan negara sebesar Rp. 9,7 Triliun, sekaligus telah memperkaya Andrew Hidayat, Yoga Susilo, dan Budi Santoso Simin selaku pemilik manfaat PT. Indobara Utama Mandiri yang sebenarnya. KPK berwenang memeriksa Jampidsus Febrie Adriansyah tanpa membutuhkan ijin Jaksa Agung “ tukas Ronald lagi.
Suaranusantara.com- Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Tambang (KSST) mengapresiasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah meningkatkan status ke tahap penyelidikan dalam pengusutan dugaan korupsi lelang saham PT. Gunung Bara Utama (PT. GBU) asset milik terpidana kasus rasuah Jiwasraya, Heru Hidayat, yang merugikan negara Rp. 9,7 Triliun, yang diduga melibatkan Jampidsus Febrie Adriansyah.
“Hal ini mengkonfirmasi KPK sudah memiliki alat bukti lebih dari cukup,“ ujar Ronald Loblobly, Koordinator KSST usai bertemu penyidik KPK di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta, bersama-sama Sugeng Teguh Santoso, SH, Ketua IPW pada Selasa 6 Mei 2025.
Menurut Ronald Loblobly, dugaan korupsi lelang PT. GBU berlangsung dengan sangat vulgar, sehingga pembuktiannya tidaklah terlalu sulit.
Nilai keekonomian 1 (satu) paket saham PT. GBU sebesar Rp.12,5 Triliun itu dilelang hanya dengan nilai sebesar Rp.1,945 Triliun, melalui proses yang penuh rekayasa.
Publik dan negara ditipu seolah-olah pelaksanaan dua kali lelang tidak ada peminatnya. Hal ini sebagai modus kejahatan untuk memberi legitimasi praktek merendahkan nilai limit lelang (mark down).
Lelang pertama tanggal 21 Desember 2022 harga limit telah di-mark down dari Rp.12,5 Triliun, menjadi sebesar Rp. 3,488 Triliun. Diduga lelang memang di-setting untuk gagal, dengan dalih tidak ada peminatnya.
Selanjutnya dilaksanakan lelang ulang, dengan harga limit kembali di-mark down menjadi sebesar Rp. 1,945 Triliun, dengan di-setting peserta lelang tunggal, yakni hanya PT. Indobara Utama Mandiri yang menyampaikan penawaran.
Pada tanggal 8 Juni 2023, Kejagung RI mengumumkan PT. Indobara Utama Mandiri sebagai Pemenang Lelang 1 (satu) paket saham PT. GBU, dengan harga sesuai limit harga lelang yakni sebesar sebesar Rp. 1,945 Triliun dengan pembiyaan diketahui bersumber pinjaman dari lembaga perbankan milik BUMN dalam hal ini PT. Bank BNI Tbk Cabang Menteng, dengan nilai pagu kredit sebesar Rp. 2,4 Triliun.
PT. GBU memiliki cadangan resources 372 juta MT, dengan total reserves sebanyak 101.88 juta MT yang didukung fasilitas infra struktur hauling road, berdasarkan Laporan Keuangan, Audited KAP Anwar & Rekan per-31 Desember 2018 bernilai Rp. 1,770 Triliun.
Nilai fasilitas pertambangan dan infra struktur bertambah besar, lantaran pada tanggal 5 Juli 2019, Adaro Capital Limited memberikan pinjaman dana sebesar Usd 100 juta dan/atau setara Rp. 1,4 Triliun kepada PT. GBU melalui PT. Trada Alam Mineral Tbk (TRAM) untuk membangun jalan hauling dari PT. GBU menuju wilayah kerja tambang milik Adaro Group.
Sebagai pembanding, PT. Indika Energy Tbk melepas 100% saham anak usahanya PT. Tambangjaya Utama (PT. MTU) terjual seharga usd 218 juta atau setara Rp. 3,4 Triliun.
Padahal Total Reserves PT. MTU hanya sebanyak 25 juta MT, dengan kalori relatif sama dengan PT. Gunung Bara Utama. Dengan demikian adalah tidak logis apabila didalilkan PT. Gunung Bara Utama yang memiliki Total Reserves sebanyak 100 juta MT dengan kualitas infra struktur jauh lebih baik dari PT. MTU hanya laku Rp. 1,945 Triliun.
PT. Indobara Utama Mandiri diduga sengaja didirikan untuk dipersiapkan sebagai pemenang lelang PT. GBU pada tanggal 09 Desember 2022 oleh Andrew Hidayat, mantan Terpidana kasus korupsi suap — pemilik PT. MMS Group Indonesia — pemegang saham perusahaan tambang batubara PT. Multi Harapan Utama — dan PT. Indotama Semesta Manunggal.
Sepuluh hari setelah didirikan yakni pada tanggal 19 Desember 2022, dilaksanakanlah Penjelasan Lelang (aanwijzing) Lelang Barang Rampasan dan Sita Eksekusi Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang atas nama Terpidana Heru Hidayat di Aula Kejaksaaan Tinggi Prov. Kalimantan Timur.
Selanjutnya, Andrew Hidayat menunjuk sejumlah nominee atau boneka yang tidak memenuhi kualifikasi dari aspek Personality dan Party untuk duduk selaku direksi, komisaris, pemegang saham di perseroan dengan diatasnamakan PT. MPN dan PT. SSH.
Nominee VN, yang menjabat sebagai pemegang saham 99,9% PT. MPN dan PT. SSH misalnya, berdasarkan Laporan Pajak Pribadi tahun 2022, hanya memiliki harta kekayaan sebesar Rp. 137 juta, dan mempunyai hutang kredit sebuah sepeda motor seharga Rp. 20 juta.
VN memiliki hubungan dekat dengan Andrew Hidayat. Ayah VN bernama RN puluhan tahun berkerja sebagai Satpam pada keluarga Andrew Hidayat.
Pada tahun 2015, VN tercatat menjadi nominee Andrew Hidayat dalam skandal Panama Papers, sebagaimana list pada urutan nomor 975. Andrew Hidayat, YS, BSS bersama-sama RBT dan HM, tersangka korupsi Tata Niaga Timah adalah pemilik PT. MHU.
Appraisal Diduga Fiktif
Agar mekanisme penetapan nilai limit lelang terkesan sesuai regulasi, digunakan appraisal dari 2 (dua) Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yakni KJPP Syarif Endang & Rekan dan KJPP Tri Santi & Rekan, yang ternyata “fiktip. KJPP Tri Santi & Rekan tidak memiliki kapabilitas dan pengalaman dalam membuat appraisal tambang.
Hal ini tergambar dari rekaman jejak data klien KJPP Tri Santi & Rekan sepanjang tahun 2023-2024, tidak satu pun yang terkait dengan tambang.
KJPP ini hanya berpengalaman membuat appraisal perusahaan perdagangan umum seperti antara lain PT. Indotruck Utama, Indojaya Tata Lestari, PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk, PT. Wahana Rejeki Mobilindo Cire, PT. Indomatsumoto Press & Dies Industri, PT. Rodamas Makmur Motor. Malahan apabila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, KJPP Tri Santi & Rekan diduga tidak memiliki kewenangan untuk membuat appraisal tambang.
“KPK harus menelisik siapa sebenarnya yang memesan KJPP Tri Santi & Rekan yang tidak memiliki kapabilitas tersebut untuk membuat appraisal saham PT. GBU, yang bergerak dalam bidang pertambangan batubara“ tukas Sugeng Teguh Santoso, SH.
Penilaian atas barang lelang, diduga tidak mengacu pada ketentuan Pasal 47 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, dan pasal 21 Vendu Reglement Staatsblad tahun 1908 No. 189 dimana harus dibuat oleh penilai independent (independent appraisal), denga berpedoman menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI), dan mengenai dasar penilaian adalah mengacu pada nilai pasar, yang mengacu pada Perlakuan Akutansi Aset Eksplorasi dan Evaluasi menurut Pernyataan Standar Akutansi Keuangan dan International Financial Reporting Standart (IFRS).
Sesuai ketentuan Pasal 47 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, harga limit barang lelang ditentukan oleh penjual dalam hal ini Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI, Syaifudin Tagamal, yang harus mendapat persetujuan dari Jampidsus Febrie Adriansyah, yang merupakan orang yang bertanggungjawab yang memenuhi unsur barang siapa yang melakukan dugaan tindak pidana, selain pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DKJN) dan/atau Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Samarinda apabila ternyata dikemudian hari ternyata terdapat tindak pidana korupsi dalam lelang tersebut.
“Jampidsus Febrie Adriansyah tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab dengan membangun dalih, bahwa lelang merupakan kewenangan PPA Kejagung RI. Sebab, Febrie Adriansyah sudah melakukan penyidikan kasus korupsi Jiwasraya secara mendalam sejak menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung.
“Sehingga telah memahami nilai keekonomian tambang batubara PT. GBU sebenarnyan berkisar lebih dari Rp.12 Triliun. KPK perlu mendalami dugaan adanya hubungan istimewa tertentu antara Jampidsus Febrie Adransyah dengan pengusaha Andrew Hidayat dalam kasus ini, yang ujungnya terafiliasi dengan kelompok perusahaan Adaro milik Boy Tohir” ujarnya.
Terlebih-lebih usai tambang batubara PT. GBU jatuh ke tangan kelompok Adaro Group, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus Kejagung RI diketahui telah menaikan status penyelidikan ke tahap penyidikan dugaan korupsi Tata Kelola Tambang Batubara terhadap perusahaan tambang batubara, yang terletak di Kutai Barat termasuk yang ada di sekitar konsesi PT. Gunung Bara Utama, yakni (1) PT. Manoor Bulatn Lestari, (2) PT. Energi Batu Hitam, (3) PT. Sumber Bara Jaya, (4) PT. Bumi Enggang Khatulistiwa, (5) PT. Farhan Fadilah Lestari, (6) PT. Jatra Mitra Usaha.
Namun kegiatan penyidikan tersebut tidak ada tindak lanjut, diduga disimpangkan untuk kepentingan perluasan Kawasan penambangan PT. GBU.
PPA Kejagung dan Jampidsus Kejaksaan Agung RI dinilai gegabah menyerahkan Barang milik negara berupa batubara yang masih berada dalam perut bumi dan iup untuk diberikan kepada PT. Indobara Utama Mandiri, perusahaan yang tidak memiliki kapasitas, karena baru lahir enam bulan sebelum lelang.
Serta tidak memenuhi syarat-syarat dari aspek teknis, administrative, finansial, lingkungan. Terlebih-lebih terdapat fakta PT. Indobara Utama Mandiri membayar lelang menggunakan uang negara dan/atau BUMN dalam hal ini PT. Bank BNI (Persero) Tbk.
PT. GBU Diminat Adaro Group
Kelompok Adaro Group sangat berkepentingan untuk bermitra atau “mencaplok” PT. GBU dibalik peminjaman dana 100 juta USD. Lantaran memiliki potential target membawa batubara melewati jalan hauling PT. GBU sebanyak 600.000.000 MT, batubara yang bersumber dari: PT. Maruwai Coal, PT. Laung Tuhup Coal, PT. Jangkat Jaya, PT. Panca Prima Mining, dan PT. Bumi Artha Kutai Jaya. Nilai total pembiayaan fasilitas pertambangan dan infra struktur milik PT. GBU adalah sebesar Rp. 3,170 Triliun.
Kapasitas PT. GBU dalam bisnis logistik tambang dan/atau Hauling Road sepanjang 64 Km dapat dilalui Double Trailer 160 T, mampu mencapai sebanyak 20.000.000 MT per tahun. Antara lain batubara yang berasal dari PT. GBU (PT. Delta Samudra, PT. Berkat Bara Jaya d/h PT. Cipta Wahana Artha, dan PT. Batu Kaya Energi).
Lalu batubara berasal dari konsesi PT. Manoor Bulatn Lestari, PT. Citra Dayak Indah, dan PT. Firman Ketaung Perkasa.
Dengan asumsi jumlah batubara perusahan-perusahaan yang memakai fasilitas pertambangan dan infra struktur da/atau Hauling Road sepanjang 64 Km dan Jetty sebanyak 20 juta MT, dengan tarif fee sebesar Rp. 123.000.- per MT maka secara bisnis PT. GBU berpotensi mampu mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp. 2,460 Triliun. Merujuk pada fakta ini tidak logis apabila didalilkan Kejaksaan lelang saham PT. GBU tidak ada peminatnya.
Berdasarkan Total Reserves ditambah pendapatan hasil bisnis infrastruktur dan logistik tambang, nilai limit harga lelang 1 (satu) paket saham PT. GBU yang memiliki modal dasar Rp. 6,5 Triliun itu sesuai harga pasar sedikitnya berkisar sebesar Rp.12,5 Triliun.
Sedangkan Kajari Kabupaten Kutai Barat, Bayu Pramesti saat melakukan penyitaan asset di lapangan pada tanggal 15 Mei 2023 menyebutkan nilai aset PT. GBU sebesar Rp. 10 Triliun.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut cukup alasan menurut hukum terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau persekongkolan jahat dan/atau permufakatan jahat untuk menjadikan PT. Indobara Utama Mandiri, sebagai pemenang lelang, yang merugikan negara sebesar Rp. 9,7 Triliun, sekaligus telah memperkaya Andrew Hidayat, Yoga Susilo, dan Budi Santoso Simin selaku pemilik manfaat PT. Indobara Utama Mandiri yang sebenarnya. KPK berwenang memeriksa Jampidsus Febrie Adriansyah tanpa membutuhkan ijin Jaksa Agung “ tukas Ronald lagi.
Discussion about this post