Suaranusantara.com – Beberapa elemen buruh berunjuk rasa di Balai Kota DKI Jakarta pada Jumat (2/12/2022). Aksi unjuk rasa ini merupakan reaksi penolakan terhadap kenaikan upah Minimum Provinsi (UMP) DKI tahun 2023 sebesar 5,6 persen.
Berdasarkan pantauan, beberapa elemen buruh tersebut adalah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan elemen buruh lainnya.
Spanduk tuntutan yang meminta Pemprov DKI menaikkan nilai UMP 2023 menjadi 10,55 persen dibentangkan didepan Balaikota DKI Jakarta . Buruh mengklaim angka kenaikkan tersebut sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Ketua KSPI DKI, Winarso mengatakan bahwa kenaikan UMP 2023 tersebut sangat kecil. Bahkan menurutnya daerah lain ada yang mengalami kenaikan lebih besar.
Sehingga Winarso menilai bahwa kenaikkan UMP itu harus sesuai dengan kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta.
“UMP DKI Jakarta ini lebih kecil dibanding daerah-daerah lain, itu tidak masuk akal,” ujar Winarso kepada wartawan.
“Kita sudah hitung, inflasi dan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta itu 10,55 persen. Sedangkan ketetapan UMP DKI Jakarta hanya naik 5,6 persen. Jauh itu,” sambungnya.
Winarso memberikan simulasi pengeluaran buruh dengan gaji sebesar Rp 4,9 juta digunakan untuk biaya kontrak rumah sekitar Rp 900 ribu, makan 30 hari sekitar Rp 1,8 juta, serta transportasi sekitar Rp 625 ribu. Jika ditotal, semua pengeluaran mencapai Rp 3.325.000 atau dibulatkan menjadi Rp 3,4 juta. Sisa Rp 1,5 juta. Belum untuk beli baju, yang sudah punya anak harus siapkan beli jajan anak, pulsa, tagihan listrik dan rencana menabung.
“Kenaikan UMP DKI tidak ada dampak. Buruh tetap miskin tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok,” pungkas Winarso. (ADT)
Discussion about this post