SuaraNusantara.com – DPR RI telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) jadi Undang-Undang (UU).
Pengesahan tersebut dilakukan pada rapat paripurna ke-11 masa persidangan II tahun sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022).
Namun, pengesahan UU tersebut banyak pasal yang menuai kontroversi. Berikut pasal-pasal yang menjadi kontroversi.
1.Menghina Kepala Negara
Dalam draf RKUHP pasal 218 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wapres dipidana dengan pidana penjara maksimal tiga tahun atau denda paling banyak Rp200 juta.
Kemudian pada Pasal 218 ayat (2) menyatakan bahwa hal tersebut tidak berlaku jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Pada bagian penjelasan Pasal 218 ayat (2) dinyatakan bahwa hal yang dimaksud dengan ‘dilakukan untuk kepentingan umum’ adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan salah satunya lewat aksi unjuk rasa atau demonstrasi, kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan/atau wakil presiden. Hal ini, kebebasan berekspresi itu pun diberi embel-embel bersifat konstruktif.
2.Menghina Lembaga Negara
Selanjutnya pada pasal 349, berisikan tentang mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara seperti DPR hingga Polri.
Pada pasal ini menjadi delik aduan.
Di ayat 1 menyebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.
Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam RKUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.
3.Berita Bohong
Tak hnya itu, dalam draf RKUHP mengatur terkait penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong.
Pasal ini, diperjntukan untuk lembaga pers atau pekerja media.
Terdapat pada pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.
“Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V,” demikian bunyi Pasal 263 Ayat 1.
Kemudian pada ayat berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta.
Lebih lanjut, RKUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264.
4.Melakukan Aksi atau Demo Tanpa Izin
Aturan ini terdapat pda pasal 256, memuat ancaman Pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan.
Pasal ini dikritik karena bisa dengan mudah mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan berpendapat. Koalisi masyarakat sipil mengatakan, pada praktiknya polisi kerap mempersulit izin demo. (May)
Discussion about this post