
Jakarta-SuaraNusantara
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil melalui akun media sosial Facebook dan Twitter resmi miliknya, meminta maaf atas aksi pembubaran acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal di Gedung Sabuga, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (6/12/2016).
“Pemkot Bandung memohon maaf atas ketidaknyamanan dan semoga di masa depan koordinasi kegiatan ini bisa dilakukan dengan lebih baik oleh semua pihak,” tulisnya dalam kedua akun tersebut.
Menurut Ridwan, selama sifatnya insidental, dia menilai tidak jadi masalah kegiatan keagamaan menggunakan bangunan publik seperti Gedung Sabuga.
Namun Ridwan menyesalkan miskoordinasi antara panitia dan pihak aparat dalam pengamanan ketika panitia berkeinginan untuk melaksanakan tambahan acara di malam hari, yang berbeda dengan surat kesepakatan.
Dalam proses koordinasi, kata Ridwan, panitia KKR menyepakati kegiatan ibadah di Sabuga hanya berlangsung siang hari, dan berhasil dilaksanakan pukul 13.00-16.00 WIB.
Ridwan sendiri menyatakan sedang berada di Jakarta saat proses koordinasi kegiatan tersebut. Dia pun kemudian mendisposisi koordinasi kepada Badan Kesbangpol sesuai urusan dan tugasnya.
Terlepas dari persoalan koordinasi, Ridwan menilai acara Kebaktian Natal yang digelar di Sabuga kemarin merupakan kegiatan tingkat provinsi.
“Kegiatan KKR ini adalah kegiatan level provinsi, karenanya surat rekomendasi kegiatan datang dari Kemenag Prov Jawa Barat,” ujar Ridwan melalui tulisan di akun Facebook miliknya, Rabu (7/12/2016).
Sebelumnya, ibadah jelang hari raya natal bertajuk “Kebaktian Kebangunan Rohani” (KKR) yang dipimpin Pendeta Stephen Tong di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (6/12/2016), ditolak sejumlah organisasi masyarakat berbasis agama.
Mereka mempertanyakan izin penyelenggaraan acara tersebut, dan mempersilahkan jemaat untuk menggelar acara di gereja, bukan di Gedung Sabuga.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan pembubaran acara KKR Natal di Sabuga kemarin sebagai persoalan kecil. “Itu kan kejadian kecil yang tidak mengganggu apa-apa saya kira,” kata dia.
PGI Minta Ketegasan Polri
Di tempat terpisah, Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mendesak Polri untuk tidak tunduk pada tuntutan dan pemaksaan kehendak organisasi massa berbasis keagamaaan yang intoleran.
“Kepolisian seharusnya melindungi hak setiap warga negara untuk melaksanakan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya,” ujar Ketua Umum PGI Pendeta Henriette Lebang melalui keterangan tertulis, Rabu (7/12/2016).
Pengerahan massa untuk membubarkan sebuah kegiatan kerohanian, menurut Henriette, akan berdampak buruk pada masyarakat. Ia mendesak kepolisian mencegah pembubaran dan gangguan terhadap kegiatan keagamaan lain.
“Ini merupakan ancaman serius bagi perjalanan bangsa Indonesia yang tundur pada hukum dan keadilan. Kejadian di Bandung akan mencederai upaya merawat kemajemukan,” ujarnya. (arman)