Suaranusantara.com- Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Ham Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepala rumah tangga usai lontarkan statement presiden boleh berkampanye dan memihak.
“Jadi muncul istilah kalau Presiden itu harusnya kepala negara dan kepala pemerintahan gitu, tetapi yang kita rasakan Presiden itu berubah definisinya jadi kepala rumah tangga. Karena dia bekerja full untuk anaknya,” kata Julius Ibrani dalam diskusi publik di Tebet, Jakarta Selatan, pada Kamis (25/1/2024).
Menurutnya, alasan dirinya menyebut Jokowi sebagai kepala rumah tangga lantaran saat melontarkan statement presiden boleh berkampanye dan memihak, disebelah Jokowi ada Prabowo Subianto yang merupakan salah satu calon presiden (Capres).
“Jadi kegagalan semua ini, kenapa berujung pada statement bahwa Presiden itu definisinya kepala rumah tangga. Pertama kita tidak boleh memahami bahwa statement Presiden Jokowi di sebelahnya Prabowo Subianto Menteri Pertahanan, di depannya prajurit TNI alat pertahanan negara, lalu didepannya Panglima TNI sebagai hal yang sederhana,” ujarnya.
“Kita harus memaknai bahwa soal konsistensi, dia (Jokowi) sebagai kepala negara, dia menggunakan power atau kekuasaannya untuk berinteraksi dan mengintervensi lembaga-lembaga negara lain diluar eksekutif,” lanjutnya.
Julius menyebut, statement Jokowi tersebut mirip saat Gibran Rakabuming Raka lolos sebagai calon wakil presiden (Cawapres) saat di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ada satu yang klausa yang dia sembunyikan, bahwa ini mirip seperti yang terjadi di MK. Boleh kok umur 40 atau dibawah 40 jadi Capres atau Cawapres, tapi syaratnya tidak dia sebutkan dan itu yang dia sulap kemarin di MK lewat intervensi kepada paman Usman,” ungkapnya.
“Statementnya mirip, umur kalau belum 40 dia tidak boleh, menjadi boleh kalau pernah menjadi kepala daerah. Nah statementnya sama boleh kok berkampanye, tapi ada yang dia hilangin. Syaratnya dia hilangin,” sambungnya.
Lebih lanjut, Julius mengatakan, Jokowi boleh berkampanye apabila telah mengajukan cuti sebagai Presiden.
“Dia boleh melakukan aktivitas kampanye, asal dia cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara. Tapi dia tidak menyebutkan syarat, sehingga mencurangi syarat di Pemilu mulai dari pendaftaran sampai kampanye seorang presiden. Jadi konsisten kecurangannya. Dia bukan Man Of Contradiction tapi Man Of Konsistensi dalam hal mencurangi syarat. Jadi dia bermain di kecurangan syarat ini,” pungkasnya. (IF)
Discussion about this post