Suaranusantara.com- Prof Brian Yuliarto yang merupakan Guru Besar Institut Teknologi Bandung kabarnya akan dilantik menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) menggantikan posisi Satryo Soemantri Brodjonegoro yang dikabarkan kena reshuffle kabinet oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
Brian Yuliarto kabarnya akan dilantik pada sore ini Rabu 19 Februari 2025 pukul 15.30 WIB di Istana Kepresidenan, Jakarta oleh Prabowo.
Sebelumnya, beredar kabar dari pesan singkat yang diterima wartawan bahwa Satryo akan kena reshuffle kabinet terkait sikapnya yang dinilai arogan dan pemarah.
Satryo pernah viral di media sosial lantaran memarahi stafnya dengan kata-kata kasar. Bahkan di kementerian dia dikenal sebagai orang yang semena-mena.
Atas sikapnya itu, Satryo diketahui pernah didemo para ASN di kementerian.
Sebelumnya, kabar reshuffle kabinet itu dikonfirmasi oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya yang mengatakan bahwa sore ini Prabowo akan melantik sejumlah pejabat.
“Hari ini akan ada pelantikan beberapa pejabat. Sore nanti ya,” kata Teddy pada Rabu 19 Februari 2025.
Lantas bagaimana profil Brian Yuliarto pengganti Satryo yang akan menduduki kursi Mendiktisaintek?
Prof Brian Yulianto merupakan salah satu ilmuwan yang lahir di Jakarta pada 27 Juli 1975.
Dia dikenal sebagai ilmuwan terkemuka di Indonesia yang berkontribusi besar dalam bidang nanoteknologi yang telah banyak melakukan penelitian dan inovasi yang berdampak luas.
Prof Brian yang merupakan Guru Besar ITB ini memiliki keahlian dalam bidang teknologi nano dan kuantum.
Prof Brian merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Sejak masa sekolah, dia memang dikenal sebagai siswa yang punya prestasi gemilang dengan pencapaian akademik yang bagus.
Prof Brian menamatkan pendidikan sarjana di Jurusan Teknik Fisika ITB pada tahun 1999. Setelah itu, ia melanjutkan studi pascasarjana di University of Tokyo, Jepang, dengan fokus pada Quantum Engineering and System Science.
Prof Brian diketahui bergabung dengan ITB sejak 2006. Di sana dia aktif dalam penelitian dan pengembangan nanomaterial, khususnya untuk aplikasi sensor dan energi.
Di ITB, Prof Brian telah menempati berbagai posisi strategis di ITB, di antaranya:
1. Dekan Fakultas Teknologi Industri ITB (2020-2024).
2. Visiting Professor di Tsukuba University (2021-sekarang).
3. Kepala Research Center on Nanoscience and Nanotechnology ITB (2019-2020).
4. Kepala Program Studi Teknik Fisika ITB (2016-2020).
5. Ketua Kelompok Keahlian AFM FTI ITB (2018-2020).
6. Kepala Lembaga Kemahasiswaan ITB (2010-2016).
7. Ketua Tim Penyusun KEK JIIPE dan KEK Patimban.
8. Komite Perencana BAPPEDA Jawa Barat (2012-2016).
9. Ketua Tim Penyusun KEK JIIPE dan KEK Patimban.
10. Komite Perencana BAPPEDA Jawa Barat (2012-2016).
Selain itu, ia juga terlibat dalam berbagai proyek riset dan kerja sama dengan institusi internasional seperti UC Berkeley di Amerika Serikat, Korea University, serta berbagai lembaga penelitian di Jepang.
Penelitian dan Inovasi
Fokus penelitian Prof Brian terutama berkaitan dengan pengembangan sensor berbasis nanoteknologi yang mampu mendeteksi molekul dengan cepat dan akurat.
Teknologi ini sangat bermanfaat dalam bidang medis dan lingkungan. Beberapa pencapaian risetnya meliputi:
1. Sensor untuk deteksi gas berbahaya dan polutan.
2. Alat diagnosis penyakit seperti demam berdarah, hepatitis, dan kanker.
3. Pengembangan teknologi nanoporous yang meningkatkan sensitivitas dan akurasi sensor dalam mendeteksi zat berbahaya.
4. Berbagai inovasi yang dihasilkan telah mendapatkan hak paten dan menjadi aset intelektual dalam pengembangan produk industri.
Prestasi dan Penghargaan
1. Sebagai ilmuwan, Prof Brian telah meraih berbagai penghargaan bergengsi, di antaranya:
2. Penerima Habibie Prize 2024.
3. Masuk dalam daftar World’s Top 2% Scientist tahun 2024.
4. Top 1 Indonesia Researcher dalam bidang Nanoscience & Nanotechnology tahun 2023.
5. Peneliti Terbaik ITB tahun 2021.
6. Dosen Berprestasi bidang Saintek ITB tahun 2017.
Dalam dunia akademik, ia telah menghasilkan lebih dari 326 publikasi yang terindeks Scopus dengan total 5.506 sitasi serta h-index 43.
Sementara itu, dalam Google Scholar, ia memiliki 410 publikasi dengan 6.600 sitasi dan h-index yang sama.
Discussion about this post