SuaraNusantara.com – Perpolitikan tanah air kian memanas akhir-akhir ini menjelang pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Dari mulai pecahnya kongsi pro Jokowi (Projo) hingga terpilihnya Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres pendamping Capres Prabowo Subianto, Indonesia tengah merasakan gejolak politik yang intens.
Namun, belakangan ini semakin menghangatkan perpolitikan tanah air adalah adanya isu pengkhianatan atas perjanjian Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri yang terjalin pada Pemilihan Presiden 2009 lalu.
Baca Juga: OJK dan TPAKD Gelar BALI FINEF 2023, Luncurkan Program Kredit untuk Petani Padi
Perjanjian ini dikenal dengan sebutan “Perjanjian Batu Tulis.” Sebuah kesepakatan penting yang pada awalnya menjanjikan stabilitas politik, tetapi kini menjadi sumber kontroversi.
Perjanjian Batu Tulis, yang ditandatangani oleh Prabowo Subianto, sebagai calon presiden, dan Megawati Soekarnoputri, sebagai pendukungnya, memuat sejumlah poin kesepakatan.
Salah satunya adalah pembagian kekuasaan dan peran dalam pemerintahan.
Perjanjian ini seharusnya membawa Indonesia ke arah yang lebih stabil dan damai setelah pemilihan yang sengit.
Namun, beberapa dekade setelah perjanjian itu terjalin, ada tanda-tanda bahwa kesepakatan ini telah digagalkan.
Pengkhianatan atas Perjanjian Batu Tulis menjadi isu sentral dalam perpolitikan Indonesia saat ini.
Baca Juga: Pedangdut Siti Badriah Marah-Marah di Medsos, Ada Apa?
Banyak yang menuduh bahwa perjanjian ini telah diabaikan, dan kesepakatan yang awalnya diharapkan untuk menjaga stabilitas politik justru menjadi pemicu ketidakstabilan.
Sejumlah pihak berpendapat bahwa Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri seharusnya menghormati perjanjian tersebut, yang telah dilihat sebagai tonggak penting dalam menjaga stabilitas politik Indonesia.
Namun, pihak-pihak yang mengkritik pengkhianatan ini juga harus mempertimbangkan konteks politik yang terus berubah dan berkembang.
Perpolitikan Indonesia memang seringkali penuh intrik, aliansi berganti-ganti, dan taktik perubahan.
Dengan begitu banyak kepentingan yang terlibat, seringkali sulit untuk mempertahankan kesepakatan yang dibuat di masa lalu.
Perjanjian Batu Tulis menjadi pengingat penting bahwa perpolitikan adalah arena yang selalu berubah, di mana kesetiaan dan janji politik bisa berubah seiring dengan waktu.
Saat Indonesia memasuki tahun pemilihan Presiden 2024, pengkhianatan perjanjian Batu Tulis mungkin akan terus menjadi topik hangat.
Baca Juga: Jenderal TNI Dudung Abdurachman Pamitan di Mabes TNI AD
Peristiwa ini juga dapat memicu perdebatan tentang etika dan integritas dalam politik, serta mempertanyakan sejauh mana perjanjian politik harus dihormati dan ditegakkan.
Pemilihan Presiden 2024 adalah ujian berat bagi bangsa Indonesia. Dengan semua ketegangan dan pergeseran dalam perpolitikan tanah air, masyarakat Indonesia harus berpartisipasi aktif dalam proses demokratis ini, dan mendukung pemimpin yang mampu membawa stabilitas dan kemajuan bagi negara ini, sambil tetap mengingat pentingnya integritas dan kehormatan dalam menjalankan amanah politik. (Alief)
Discussion about this post