
CATATAN: INGOT SIMANGUNSONG
SENIN, 12 Februari 2018, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara (Sumut) akan mengumumkan penetapan Calon Gubsu/Calon Wagubsu periode 2018-2023. Kemudian pada Selasa, 13 Februari 2018, KPU Sumut akan menggelar acara pencabutan nomor urut pasangan Cagubsu/Cawagubsu sebagai peserta Pilgubsu 2018.
Menurut tahapan yang sudah dilalui, jumlah peserta pada Pilgubsu 2018, sedikit kemungkinan akan bergeser dari tiga nama pasangan yang telah mendaftar, yakni pasangan Djarot Saiful Hidayat – Sihar Sitorus, JR Saragih – Ance Selian dan Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah.
Apa yang menarik dari Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) yang digelar pada tahun 2018 ini?
Ada tiga hal, yang pertama; bahwa ketiga pasangan tersebut, sama-sama memiliki ambisi untuk menduduki kursi Sumut 1 dan Sumut 2.
Ambisi tersebut mereka gelorakan dengan melakukan manuver-manuver untuk mencuri hati ketua partai dengan berbagai cara maupun pola berpolitik. Apakah dengan politik beretika atau politik deret hitung kekuatan materi.
Sejauh manuver tersebut, dianggap tidak merugikan siapa pun, maka proses perpolitikan yang dibalut ambisi itu, akan menjadi sesuatu yang apa adanya. Karena secara administratif, pasangan calon diharuskan atau diwajibkan untuk mendapatkan kapal partai agar lolos menjadi peserta pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilgubsu 2018.
Pasangan Edy Rahmayadi – Musa Rajeksah dengan ambisinya meraih 60% suara, pasangan Djarot Saiful Hidayat – Sihar Sitorus dan JR Saragih – Ance Selian masing-masing meraih 20% suara.
Melihat komposisi ini, di atas kertas pasangan Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah sudah menjadi pemenang. Itu di atas kertas. Faktanya, pemilih tidak berada di atas kertas. Para pemilih berada di rumah, dan menjadi sangat penting untuk memikirkan bagaimana formula “memancing” mereka untuk dapat bergerak menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Suara para pemilih, menjadi sangat penting untuk membuktikan “ketulusan” ambisi dari ketiga pasangan Cagubsu dan Cawagubsu tersebut.
Hal menarik yang kedua: adalah kehadiran Djarot Saiful Hidayat, mantan Walikota Blitar (dua periode) dan mantan Gubernur DKI Jakarta, yang ikut meramaikan bursa Pilgubsu 2018.
Kehadiran Djarot Saiful Hidayat yang didamping Cawagubsu Sihar Sitorus, adalah sebuah kejutan yang di luar perhitungan masyarakat pemilih, khususnya.
Djarot Saiful Hidayat pun, dalam waktu yang demikian singkat, mampu menyentuh sisi citarasa keberpolitikan orang Sumut.
Setidaknya, Djarot Saiful Hidayat muncul menjadi calon alternatif di antara sejumlah calon yang tidak demikian klop untuk dipilih. Artinya, masih ada yang mengganjal di hati calon pemilih untuk menetapkan pilihannya.
Djarot Saiful Hidayat, selain menjadi calon alternatif, track recordnya yang boleh dikatakan bersih, telah menggugah para pemilih golongan putih (Golput) untuk membuka baju kegolputannya, dan akan bergegas ke TPS memberikan suaranya untuk sebuah perubahan bagi Sumut ke depan.
Artinya, kehadiran Djarot Saiful Hidayat bersama Sihar Sitorus, diharapkan mampu membangunkan para pemilih “Golput” untuk bangun dari tidur panjang mereka.
Hal menarik yang ketiga: Pilgbsu 2018 menjadi sangat berbeda dengan Pilgubsu sebelumnya. Tahun ini, para pemilih yang sudah semakin matang dalam berpolitik praktis, sudah tidak tergiur dengan pola rayuan, yang arahnya kepada money politic. Terutama para pemilih pemula, dan pemilih yang selama ini menjadi pemilih “golput”.
Calon Gubsu dan Wagubsu ke depan, adalah yang datang dengan konsep dan program yang jelas, untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumut. Itu yang menjadi pengharapan.
Karena dua periode Pilkada, Gubsu yang terpilih, akhirnya harus menjalani hukuman penjara karena tindakan pidana korupsi.
Hal ini menjadi catatan buruk bagi pemerintahan Provinsi Sumut. Dan, catatan buram bagi masyarakat yang sangat mendambakan penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah, dapat dialokasikan dan dipergunakan untuk biaya pembangunan yang lebih terarah dan berkepentingan untuk kesejahteraan. Bukan dipergunakan untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun partai.
Masyarakat Sumut mendambakan hadirnya seorang pemimpin yang bersih, tidak bermental korupsi. Punya pengalaman memimpin yang baik, teruji dan terukur serta tidak berpihak kepada kepentingan yang terkonsentrasi pada komunitas tertentu. Melainkan lebih mengutamakan kepentingan orang kebanyakan.
Keberpihakan pada masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan, dan terbukanya lapangan pekerjaan, yang datang dari Cagubsu 2018 dan dinyatakan dalam kontrak politik yang berketuhanan, akan semakin menyakinkan para calon pemilih untuk menetapkan suara mereka bagi siapa.
Semoga Pilgubsu 2018, menjadi Pilgubsu yang lebih bermartabat. Menggandalkan konsep dan program yang jelas untuk kesejahteraan. Bukan money politic.
Medan, 10 Februari 2018