Berbekal informasi, kabarnya di daerah Joglo, Kecamatan Bojongmanik, Kabupaten Lebak terdapat dataran tinggi mirip Gunung Luhur Citorek yang berada di Kecamatan Cibeber. Di pagi hari terdapat kabut dengan pemandangan alam, lembah dan pegunungan yang cukup eksotis.
Bersama dua rekan, saya menuju ke sana dengan menempuh waktu sekira satu jam perjalanan untuk menuju ke lokasi sekitar Joglo, namun saat itu, karena belum terdapat tanda di mana lokasi tepatnya, kami bertanya ke penduduk sekitar.
Lokasinya ternyata, di blok tanah milik Perhutani, sebelum pertigaan Joglo, sebelah kiri jalan. Awalnya belum diberi nama, atas inisiatif pemuda pengelola destinasi wisata tersebut dipopulerkan dengan nama, Pondok Tunggul.
Karena belum terdapat tempat parkir yang disediakan, kendaraan roda empat diparkir di pinggir jalan. Sementara untuk kendaraan roda dua, bisa diparkir di lokasi wisata. Masih jalan tanah, tapi sudah padat. Belum tampak ada penataan jalan. Dari arah depan, boleh lah disebut pintu masuk, terdapat rumah dinas kehutanan, tampak kosong dan tidak terawat.
Matahari agak terik, namun terasa sejuk. Sayangnya, hanya terdapat sedikit pohon-pohon besar, sisanya hanya tunggul-tunggul pohon Mahoni.
Kami bertemu dan disapa salah satu wakil pengelola, Kang Jaelani namanya. Dengan beberapa pemuda, yang siang itu sedang duduk-duduk menonton televisi di salah satu saung di tempat tersebut.
Salah seorang pemuda mengenakan kaos bertuliskan “Bakso Bangkit”, asyik (kata saya dalam hati), mantap juga, panas gini, sambil menikmati semangkok bakso.
Di spot swafoto atau selfie, tampak kosong, mungkin karena siang hari. Kang Jaelani juga mengatakan, biasanya yang berkunjung kebanyakan dari mulai sore hari kemudian ngecamp semalam, sambil menikmati malam. Besok harinya baru tampak kabut yang eksotis sampai jam 8 pagi, atau jika beruntung sore hari setelah hujan, biasanya juga tampak kabutnya.

Menurut keterangannya, destinasi wisata ini sudah ada sekitar dua tahun. Informasinya dari promosi di media sosial (medsos) Instagram yang dikelola pemuda, IG Pondok Tunggul.
Wisatawan yang sengaja datang berbekal info tersebut, malah kebanyakan dari jauh, dari Bogor, Tangerang, Serang, Cilegon, serta karena lintasan menuju Baduy, sesekali terdapat wisatawan yang datang setelah pulang atau menuju Baduy ke Pondok Tunggul tersebut.
Kenapa disebut Pondok Tunggul, karena banyak tunggul sepertinya, tebak saya kepada Kang Jaelani. Kang Jaelani membenarkan, untuk memudahkan saja katanya, karena cukup banyak tunggul kayu Mahoni, jadi unik juga akhirnya, semoga dapat menjadi daya tarik.
Baru tersedia tiga spot foto di lokasi tersebut, berupa dua panggung bertangga, didesain sedemikian rupa, dengan view pemandangan lembah dan pegunungan di kejauhan.
Dengan panggung cukup lebar dan kokoh dengan pegangan pengaman. Relatif aman bagi para pengunjung, juga untuk yang membawa serta anak-anak, tentunya tetap harus dipantau oleh para orang tua, maklum saja posisinya di bibir tebing.
Tentunya, tetap saja harus ada yang mengkontrol kekokohan konstruksi dari batang-batang kayu tersebut, untuk menjamin keselamatan pengunjung. Sedangkan yang satu lagi, hanya berupa panggung papan pendek dan kokoh, tanpa pegangan, cukup aman, namun tetap berhati-hati.
Kami mencoba spot swafoto di tiga lokasi terdebut. Terdapat spot pintu dan jendela, seperti biasa, langsung “loba gaya (banyak gaya)”. Sayangnya tidak terdapat kabut saat kami berswafoto.
Terdapat meja-meja dan kursi sederhana dari kayu-kayu Mahoni, untuk sekedar ngopi hitam pahit, sambil mengobrol dan menikmati pemandangan alam.
Beberapa saung, cukup melindungi dari terik matahari. Syukurnya, hembusan angin cukup dingin. Sadar kami belum makan siang, kami memesan nasi liweut kepada salah seorang kenalan yang kebetulan rumahnya dekat dengan Pondok Tunggul dibantu para pemuda.
Karena setelah saya tanya, mana bakso bangkitnya ke pemuda yang memakai kaos tersebut, dengan nyengir, dia berkata, hanya kaos aja, kalau baksonya buka setahun sekali. Waduh.
Sambil menunggu nasi liwet matang, kami melanjutkan ngobrol dengan kang Jaelani dan pemuda.
Masih perlu penataan, kata kang Jaelani. Ke depan ingin membangun saung yang agak besar untuk pengunjung, disini juga belum terdapat fasilitas musala dan toilet.
Utamanya parkir kendaraan roda empat, masih di pinggir jalan utama. Jika perayaan hari besar, seperti libur Lebaran dan tahun baru, kendaraan yang parkir cukup banyak, jadi agak kewalahan penjagaannya. Ditambah lokasinya, tanah masih milik Perhutani. Kami berharap terdapat pembinaan dan pencerahan tentang hal tersebut. Kalau tempat ngecamp insya Allah cukup aman.
Saya akan mencoba menjebatani dengan dinas terkait, salah satunya dengan Dinas Pariwisata. Saya percaya pemuda dan stakeholder lain dapat terjalin komunikasi yang baik.
Cukup sayang, jika kreativitas dan inovasi para pemuda terkendala, hanya karena masalah perizinan dan minimnya pembekalan tata atau sistem pengelolaan destinasi wisata oleh instansi terkait.
Potensi destinasi wisata yang cukup eksotis namun dikelola sekedarnya saja. Semoga ke depan Pondok Tunggul Joglo bisa berkembang dan dikenal luas lagi.
Penulis adalah: Dian Wahyudi. Anggota DPRD Kabupaten Lebak (Fraksi PKS)
Discussion about this post