
Medan-SuaraNusantara
Agus Santi Simanjuntak (30)—karyawan bidang administrasi RS St Elisabeth—mengaku sudah memperjuangkan haknya sejak 19 Agustus 2016, dengan mengajukan surat resmi kepada direksi rumah sakit. Namun, proses tersebut tidak berjalan sebagaimana yang diharapkannya, sehingga Santi Simanjuntak minta perlindungan hukum ke Law Firm Dhipa Adista Justicia yang berkantor di Jalan Merak Jingga No 7 Medan.
Anehnya, setelah dua kali diupayakan mediasi bipartit dengan kuasa hukum pihak RS St Elisabeth, Betman Sitorus S.H, dan tidak ada titik temu, malah Santi Simanjuntak menerima Surat Peringatan (SP) dari pihak manajemen.
“Surat itu tertanggal 26 September, tetapi diberikan kepada saya pada tanggal 28 September. Saya merasa bahwa SP itu keluar karena saya menyatakan masalah tuntutan saya dilanjutkan saja,” kata Santi Simanjuntak.
Menurut Santi Simanjuntak, ada kejanggalan dalam penetapan SP baginya. Karena, sebelumnya dia tidak ada menerima SP I, ternyata sudah diberikan SP II.
“Saya sudah bekerja kurun waktu 5 tahun di rumahsakit tersebut. Saya masih ingat, pada 9 September 2011, pihak rumah sakit meminta kepada pihak Universitas HKBP Nommensen untuk mempersiapkan alumni Jurusan Perkantoran Diploma 3, dalam kaitan pihak manejemen ingin mempertahankan status akreditasi B RS St Elisabeth. Jadi saya bekerja dengan baik, dan cukup profesional selama ini,” katanya.
Kuasa hukum Santi Simanjuntak, Parma Bintang S.H dari Law Firm Dhipa Adista Justicia Medan, membenarkan bahwa pihaknya telah mengajukan Hal: Teguran Hukum (Somasi) kepada pihak RS St Elisabeth pada 8 September 2016 dengan No: 0007/DHIPA-MEDAN/IX/2016.
Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa pihak rumahsakit tidak melakukan penanganan yang baik terhadap kliennya selama dirawat di RS St Elisabeth. Kemudian pihak rumahsakit tidak memberikan hak-hak normatif kliennya sebagai seorang karyawati di RS St Elisabeth Medan sebagaimana tertuang dalam UU No.13 Tahun 2003, tentang ketenagakerjaan diantaranya; hak cuti, hak upah sesuai UMK, dan hak jaminan kesehatan.
Menurut Parma Bintang dalam surat itu, patut diduga pihak RS St Elisabeth Medan, selama ini kurang memperhatikan kesejahteraan karyawan dan karyawatinya, terutama masalah hak-hak atas upah sesuai dengan UMK dan hak-hak normatif lainnya.
Dijelaskan Parma Bintang, bahwa surat jawaban pihak rumah sakit terhadap surat kliennya, bukan memberikan jawaban yang terbaik, akan tetapi justru sebaliknya dengan tidak memenuhi hak-hak yang diminta oleh kliennya.
Terkait hal itu, pengacara pihak RS St Elisabeth, Betman Sitorus S.H melalui pengacara klien meminta agar Santi Simanjuntak membuat surat pengajuan tuntutan. Atas anjuran Betman Sitorus, pada 20 September 2016, Santi Simanjuntak mengajukan kerugian materi dan immaterial yakni; diminta pihak direksi rumahsakit memenuhi penggantian kerugian secara materi biaya perobatan sebesar Rp15.000.000, memenuhi penggantian kerugian immaterial Rp1.000.000.000 dan meminta agar pihak direksi menyesuaikan gaji sesuai dengan ketentuan Upah Minimum Kota (UMK). (IS)