
Jakarta-SuaraNusantara
Ketua Setara Institute Hendardi menilai kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ikut shalat Jumat bersama peserta aksi damai 212 adalah preseden buruk. Sebab, sikap itu bertolak belakang atas aksi Kamisan (berdiri di depan Istana Negara tiap hari Kamis) yang diselenggarakan hingga ratusan kali oleh korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Selain itu, kemunculannya juga menunjukkan sikap kompromi dengan beberapa elite kelompok intoleran yang sudah berulang kali melakukan aksi kekerasan.
“Kerumunan massa telah menjadi sumber legitimasi dan kebenaran baru untuk menentukan proses hukum dan pengambilan keputusan politik,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Jumat (2/12/2016).
Meski begitu, Hendardi memahami sikap Jokowi karena itu pilihan pragmatis yang dia miliki untuk menunjukkan situasi tetap kondusif. Kemunculan Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama sejumlah pejabat di tengah massa Aksi 212 adalah simbol stabilitas keamanan dan politik.
“Orientasi Jokowi menjaga koeksistensi dapat dimaklumi dan menjadi pilihan pragmatis saat ini untuk memastikan situasi tetap kondusif,” ucapnya.
Hendardi juga melihat ketidakadilan dari sikap Jokowi tersebut. Untuk aksi 212, Jokowi mau menemui massa. Namun, Jokowi tidak bersikap apapun atas aksi Kamisan yang diselenggarakan hingga ratusan kali oleh korban dan keluarga korban pelanggaran HAM.
“Presiden membisu atas aksi Ibadah Minggu sejumlah pemeluk agama yang hanya menuntut haknya untuk mendirikan tempat ibadah,” tegas Hendardi. (eka/arman)