Jakarta-SuaraNusantara
Dunia internasional akan memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2016. Dalam konteks nasional, momentum tersebut dinilai bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengingatkan pemerintah selaku pemegang kewajiban atau duty bearer. Demikian dikatakan Ketua Setara Institute Hendardi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
“Pasalnya, selama dua tahun memimpin, janji-janji dalam Nawacita terkait hak asasi manusia belum satu pun dijalankan oleh Presiden Joko Widodo. Bahkan ada banyak kontradiksi dalam kebijakan pemerintah terkait hak asasi manusia,” kata Hendardi.
Dia menjelaskan, pada forum internasional terbaru di Bali Democracy Forum misalnya, Jokowi membanggakan kemampuan negara mengelola kemajemukan tetapi fakta lapangan menunjukkan sebaliknya. Pemerintah cenderung mengabaikan memajukan perlindungan kebebasan beragama/berkeyakinan.
“Parahnya lagi, pemerintah nyaris tidak punya sikap dan roadmap bagaimana pemajuan, penghormatan, dan pemenuhan HAM akan dijalankan dan diintegrasikan dalam proses pembangunan negara,” ujarnya.
Sementara, janji penuntasan pelanggaran HAM masa lalu juga tidak pernah memperoleh perhatian dari Jokowi, meski eksplisit disebutkan dalam Nawacita. Bahkan ketika berbagai elemen mendorong penuntasan kasus 1965 misalnya, Jokowi justru membiarkan kampanye negatif tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sesungguhnya merupakan instrumen penundukan untuk menggagalkan pemenuhan kewajiban negara dalam mengungkap, mengadili, dan memulihkan korban pelanggaran HAM berat. (eka)