Jakarta – SuaraNusantara
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (Jakut) kembali menggelar sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.
Sidang yang biasa digelar tiap hari Selasa, dilaksanakan hari Rabu (29/3/2017) hari ini. Pasalnya, Selasa kemarin merupakan libur hari raya Nyepi.
Adapun sidang kali ini merupakan sidang ke-16 dengan agenda mendengarkan keterangan tujuh saksi ahli yang dihadirkan oleh tim penasehat hukum Ahok. Salah satunya ahli bahasa.
Bambang Kaswanti, ahli bahasa yang menjadi saksi meringankan  atas kasus ahok itu menjelaskan, jika pidato Ahok di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu tidak bisa dimaknai hanya dari transkripnya.
Menurut dia, ada faktor lain yang harus dipahami dalam menilai pidato tersebut. Dalam pidato di Kepulauan Seribu, Ahok sempat mengutip surat Al Maidah Ayat 51.
“Seseorang mencari makna tidak cukup kalau hanya transkrip saja. Sangat kecil sekali maknanya (jika hanya transkrip saja),” ujar Bambang saat sidang berlangsung.
Kata Bambang, untuk memahami makna pidato tersebut, harus diperhatikan gerak-gerik Ahok saat berpidato. Selain itu, menurut dia, intonasi suara Ahok saat berpidato juga perlu diperhatikan.
“Tidak mungkin bisa diartikan hanya dari transkrip. Jika begitu, maka pemaknaan pidato tidaklah sempurna,” beber dia.
Dikatakannya, saat ini banyak orang yang memaknai pidato Ahok dari transkripnya saja. Karenanya, banyak orang yang berpendapat berbeda mengenai makna pidato Ahok di Kepulauan Seribu tersebut.
“Karena tidak dimaknai sempurna, terbuka peluang untuk mengartikannya bermacam-macam konteksnya. Ini berbahaya,” terang Bambang.
Penulis: Hasbullah