Suaranusantara.com- Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri baru saja mengungkap praktik penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di dua wilayah, yakni Kabupaten Tuban di Jawa Timur dan Kabupaten Karawang di Jawa Barat. Kasus ini melibatkan sejumlah orang yang diduga telah memanipulasi distribusi solar bersubsidi demi keuntungan pribadi.
Brigjen Pol Nunung, yang menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, menjelaskan dalam konferensi pers pada Kamis (6/3) bahwa tim penyidik berhasil menangkap delapan tersangka, tiga di antaranya berasal dari Tuban dan lima lainnya dari Karawang.
“Kami berhasil mengungkap dan menangani kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi yang terjadi di kedua daerah ini, setelah mendapatkan informasi terkait praktik ilegal tersebut,” ungkap Brigjen Pol Nunung.
Tersangka yang ditangkap meliputi BC, K, dan J dari Tuban, serta LA, HB, S, AS, dan E dari Karawang. Penyidik memulai investigasi pada 26 Februari 2025, setelah mendapat informasi mengenai adanya penyalahgunaan solar bersubsidi.
Dalam waktu singkat, tim berhasil mengamankan sekitar 16.400 liter solar yang disalahgunakan, dengan rincian 8.400 liter dari Tuban dan 8.000 liter dari Karawang.
Barang bukti yang diamankan oleh tim penyidik mencakup berbagai kendaraan, drum besar, jerigen, serta pompa dan selang untuk mengalirkan BBM ilegal. Dalam penjelasannya, Brigjen Pol Nunung menambahkan.
Lebih lanjut, Brigjen Nunung mengungkapkan modus operandi yang digunakan oleh para tersangka. Di Kabupaten Tuban, para tersangka menggunakan kendaraan yang sama berulang kali untuk mengangkut BBM bersubsidi jenis solar dengan memanfaatkan barcode yang disimpan di handphone milik salah satu tersangka. Sedangkan di Karawang, para tersangka membuat dan mengurus pembuatan surat rekomendasi untuk membeli solar bagi petani, yang kemudian digunakan untuk mendapatkan barcode My Pertamina.
“Setelah memperoleh banyak barcode, mereka melakukan pembelian dan pengangkutan BBM jenis solar secara berulang-ulang menggunakan kendaraan bermotor. Hasil BBM yang dibeli ini kemudian dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi,” jelas Brigjen Nunung.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar. Dalam kasus ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp 4,4 miliar, dengan kerugian terbesar berasal dari Kabupaten Karawang.
“Kami berkomitmen untuk terus melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah. Tindakan ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak luas pada kesejahteraan masyarakat,” kata Brigjen Nunung menutup konferensi pers.
Bareskrim Polri juga menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah, kepolisian, dan masyarakat dalam mencegah praktik penyalahgunaan barang subsidi agar dapat tepat sasaran dan mendukung kesejahteraan publik.
Discussion about this post