Suaranusantara.com- Febri Diansyah mantan Kabiro Humas sekaligus Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (Jubir KPK) tengah menjadi perbincangan hangat lantaran keputusannya kini membela Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang akan digelar pada Jumat 14 Maret 2025.
Sejumlah pihak menyoroti langkah Febri Diansyah, salah satunya adalah Eks Penyidik Senior KPK, Praswad Nugraha.
Praswad mengkritik langkah Febri Diansyah yang kini bergabung menjadi kuasa hukum Hasto Kristiyanto.
Menurut Praswad, dengan bergabungnya Febri sebagai kuasa hukum Hasto, maka itu menunjukan integritas mantan Kabiro Humas KPK itu.
Kata Praswad, langkah Febri menjadi kuasa hukum
Hasto tentu merupakan pilihan pribadi. Namun, Praswad berujar, Febri mengetahui peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Harun Masiku yang gagal di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) kala itu.
“Bagaimana situasi teror yang dialami tim penyelidik dan penyidik KPK di lapangan, diintervensi. Bahkan dicoba untuk dikriminalisasi dan difitnah saat sedang melaksanakan shalat di masjid PTIK,” ujar Praswad melalui keterangan tertulis, Kamis, 13 Maret 2025.
Oleh karena itu, Praswad mengatakan dengan Febri bergabung menjadi kuasa hukum Hasto, maka menunjukkan level integritasnya secara tersirat melalui keputusan itu.
“Hal tersebut menyiratkan di level mana integritas yang bersangkutan sesungguhnya,” kata Praswad.
Terlebih, kata dia, masih kental di ingatan para penyelidik dan penyidik KPK pada 2019, ketika Hasto merupakan pihak yang aktif mendukung keputusan mantan pesiden Joko Widodo melemahkan KPK melalui revisi UU KPK.
Pada akhirnya, 57 penyidik dan pegawai KPK disingkirkan secara bengis dengan melanggar hak asasi manusia.
Terlebih menurut Praswad, dengan langkah Febri memutuskan menjadi kuasa hukum Hasto. Maka menambah daftar jejaknya dalam keberpihakan kepada tersangka korupsi.
Sebelumnya, kata dia, Febri pernah berhadapan dengan KPK di pengadilan saat menjadi kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo yang pada akhirnya terbukti bersalah.
“Di sini bisa dilihat bahwa konstruksi pembuktian unsur perkara tindak pidana korupsi tidak bisa dilawan dengan pencitraan dan jualan dongeng cerita romantika saat menjadi jubir KPK,” kata Praswad.
Dia mengingatkan, bahwa Febri tidak pernah menjadi penyidik maupun penyelidik. Artinya, tidak pernah melaksanakan proses penyidikan, penyelidikan, serta pengumpulan alat bukti saat bekerja menjadi pegawai KPK.
Semua yang disampaikan Febri terkait dakwaan Hasto, menurut Praswad justru menegaskan bahwa kehadirannya tidak memberikan nilai tambah dalam sidang Hasto nanti. Dia menuding Febri hanya mengedepankan pencitraan.
“Kehadiran yang bersangkutan tidak memberikan nilai tambah dalam pembelaan Hasto di persidangan, karena pencitraan dan misleading informasi kepada publik tidak pernah mengalahkan kebenaran fakta serta kelengkapan alat bukti yang dimiliki oleh KPK dalam perkara ini,” ujarnya.
Meskipun tidak pernah menjabat sebagai penyidik KPK dan tidak pernah menyusun konstruksi pembuktian perkara selama bekerja di KPK, namun Praswad mengingatkan agar Febri tidak menyalahgunakan predikat sebagai eks pegawai KPK.
“Yang bersangkutan tetap memiliki kewajiban moral untuk tidak menggunakan predikat mantan pegawai sebagai tiket untuk membela koruptor demi kepentingan pribadi,” tuturnya.
Discussion about this post