Suaranusantara.com- Mahkamah Agung (MA) merespon soal sentilan PDI Perjuangan terkait hakim Djuyamto hakim tunggal Praperadilan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain Djuyamto ada dua hakim lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut yakni Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (Al). Ketiganya ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, selama 20 hari ke depannya.
PDI Perjuangan sebelumnya sempat memberikan sentilan atas hakim Djuyamto, hakim tunggal praperadilan Hasto Kristiyanto yang kini resmi menjadi tersangka atas kasus korupsi CPO.
Melalui Juru Bicara (Jubir) PDI Perjuangan, Guntur Romli bahwa apa yang dialami oleh Djuyamto merupakan karma.
“Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, mencari keadilan di tengah terjangan kasus dan suap yang mencinderai marwah hakim dan lembaga peradilan saat ini,” ujar Gun Romli sapaan akrab Guntur Romli, Senin 14 April 2025.
MA melalui Jubir, Yanto enggan menanggapi hal lebih jauh perihal tudingan itu lantaran akan jadi tidak objektif.
“Kalau yang jawab saya tidak objektif,” kata Yanto menjawab pertanyaan wartawan dalam jumpa pers di Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin 14 April 2025.
Dia meminta awak media agar bertanya langsung kepada Djuyamto selaku pengadil para perkara itu.
“Anda tanya saja sama Pak Djuyamto itu benar tidak itu ada intervensi? Kan dekat di gedung bundar kan? Nah biar tidak ada dusta di antara kita,” ucap Yanto.
“Nah ditanya saja ‘Pak Dju betul tidak ada intervensi? Bentuknya seperti apa?’ Kalau yang jawab kita, nanti tidak objektif, tanya saja yang mengadili,” imbuhnya.
Sebelumnya, Politikus PDI Perjuangan Guntur Romli menyinggung jejak hakim Djuyamto yang menjadi salah satu tersangka penerimaan suap terkait putusan lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Guntur awalnya bicara terkait adanya jaringan pengurusan perkara di pengadilan. Dia mengaku mendengar ketiga hakim yang kini ditetapkan tersangka suap termasuk dalam jaringan tersebut.
“Informasi dugaan ini pernah saya sampaikan secara terbuka 18 Maret 2025 di sebuah acara televisi dan melalui akun X saya @GunRomli jauh sebelum Djuyamto ditangkap bersama Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta. Saya juga memperoleh informasi bahwa Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta dan hakim MA bernisial Y ini memiliki jaringan pengurusan perkara di pengadilan,” kata Guntur dalam keterangannya, Senin.
Guntur mengaku cemas dengan integritas hakim serta pengadilan buntut kasus Djuyamto tersebut. Ia lantas bicara terkait nasib Hasto Kristiyanto.
“Kami sendiri cemas melihat integritas hakim dan pengadilan melalui kasus Djuyamto ini, apalagi saat ini Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sedang menghadapi proses pengadilan dengan kasus yang dipaksakan dan tuduhan yang didaur-ulang,” jelasnya.
Kata Guntur, Hasto bukan pejabat negara. Tapi KPK,menuding Hasto memberi suap sebesar Rp.600 juta ke mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Guntur pun membandingkan suap yang diterima oleh Djuyamto Cs. Guntur pun menilai kasus Hasto adalah sebuah perkara yang direkayasa sebagai bentuk politik balas dendam.
“Dalam perkara ini jauh di bawah suap yang diterima Djuyamto dan aturan bahwa KPK harusnya mengurusi perkara di atas 1 miliar, serta uang itu pun dari Harun Masiku bukan dari Mas Hasto. Karena itu kami sebut Hasto adalah tahanan politik. Kasus ini bentuk nyata dari kriminalisasi dan politisasi kasus yang sudah direkayasa sebagai balas dendam politik melalui ‘tangan-tangan tersembunyi’ di lembaga peradilan dengan bukti kasus Djuyamto,” kata dia.
Discussion about this post