Suaranusantara.com- Bank Indonesia mendapat pujian dari Anggota Komisi XI DPR RI, Harris Turino, atas langkah taktis yang dinilai efektif menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Menurutnya, pergerakan BI layak diapresiasi karena mampu mengendalikan nilai tukar agar tetap dalam kisaran wajar, yakni di sekitar Rp16.700, di tengah gejolak global pascalibur panjang dan pengaruh kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Dalam kunjungan reses Komisi XI DPR ke Kantor Perwakilan BI Provinsi Jawa Tengah di Semarang pada Senin (14/4/2025), Harris menyebut bahwa BI telah bergerak cepat bahkan sebelum pasar domestik kembali aktif.
Saat rupiah tertekan hingga menyentuh Rp17.380 di pasar internasional, BI segera melakukan intervensi melalui instrumen NDF di sejumlah pasar internasional seperti Singapura, Hong Kong, dan New York.
Ia menambahkan bahwa intervensi ini mampu menurunkan nilai tukar menjadi Rp16.900. Ketika pasar dalam negeri kembali dibuka, BI kembali masuk lewat pasar spot dengan volume besar, yang akhirnya menstabilkan rupiah di level Rp16.700. Stabilitas tersebut dinilai memberikan rasa percaya diri bagi investor dan pelaku pasar keuangan.
“Dan ketika pasar Jakarta buka dengan volume cukup besar, BI juga masuk di pasar spot. Akibatnya adalah kita tahu mata uang rupiah terjaga di level di bawah Rp17.000. Ini yang satu angka psikologis kan. Nah ini juga memberikan kepercayaan kepada para pelaku di pasar modal, di saham,” jelas Legislator yang membidangi sektor keuangan dan perbankan tersebut.
Meskipun IHSG sempat anjlok hingga minus 9,19 persen pada menit pertama pembukaan perdagangan, tetapi kondisi tersebut membaik dalam 30 menit berikutnya dan ditutup dengan koreksi yang lebih terkendali, yakni sekitar 7 persen. Harris menyebutkan bahwa langkah BI memberi kepercayaan kepada investor bahwa dampak kebijakan tarif AS terhadap Indonesia tidak akan terlalu besar.
Harris juga menekankan bahwa struktur ekonomi Indonesia yang relatif tertutup memberikan keuntungan tersendiri. Dengan volume perdagangan internasional yang hanya sekitar 39-41 persen terhadap PDB, Indonesia tidak terlalu rentan terhadap guncangan eksternal. Bandingkan dengan beberapa negara lain yang memiliki volume perdagangan terhadap PDB yang jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yaitu Singapura sebesar 326 persen atau Vietnam sebesar 216 persen,
Lebih lanjut, Harris mengingatkan bahwa setelah kestabilan tercapai, BI tidak perlu terus-terusan melakukan intervensi agar nilai tukar tidak menjadi terlalu kuat.
“Ya untuk perang dagang tentu Indonesia sudah imun ya. Tapi seperti tadi saya katakan bahwa volume perdagangan Indonesia ke Amerika hanya 10 persen. Ya dibandingkan dengan (ekspor) ke China 21 persen. Nah apa sih peranan BI? Ya tentu menjaga kestabilan mata uang. Ya salah satunya lewat intervensi. Nah ketika sudah stabil di 16.700, BI tidak boleh terus-terusan intervensi. Nanti akibatnya rupiah terlalu kuat dan kita tahu dampaknya kalau rupiah terlalu kuat juga tidak bagus untuk ekspor,” pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Discussion about this post